Aksi Tolak Pemekaran Ricuh, Legislator: Apa Susahnya Pemerintah Temui Pendemo

Pemerintah seharusnya cukup mendengarkan aspirasi masyarakat Papua. 

Republika/Ali Mansur
Puluhan peserta demo tolak pemerakan Provinsi Papua berada di Markas Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (11/3/2022).
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI asal daerah pemilihan (dapil) Papua, Marthen Douw, menyayangkan, aksi unjuk rasa penolakan pemekaran Papua di Jakarta berakhir ricuh. Menurutnya, pemerintah seharusnya cukup mendengarkan aspirasi masyarakat Papua. 


"Apa susahnya pemerintah datangi para pendemo dan menerima apa yang mau disampaikan para pendemo? Tidak susah kan? Datangi aja kok repot," kata Marthen kepada Republika, Sabtu (12/3).

"Saya manusia Papua punya hati mulia, saya bangga dengan saya Papua," imbuh politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Agar tidak terjadi hal serupa di kemudian hari, dia mengimbau, agar pemerintah mau menemui peserta aksi unjuk rasa. Dia meyakini, jika sikap itu yang ditunjukan pemerintah, maka masyarakat Papua akan puas dan menyampaikan aspirasi mereka secara baik-baik. 

"Supaya tidak terjadi hal yang berlebihan, Pemerintah temui saja para pendemo. Jika Pemerintah sudah di depan tatapan, maka saya (Papua) akan puas dan akan sampaikan apa maksud saya (Papua) demo," ungkapnya. 

Aksi demonstrasi yang digelar para mahasiswa Papua di dekat kantor Kemendagri, Jalan Veteran, Jakpus, berakhir ricuh. Salah satu peserta aksi, Nico mengaku, ada rekannya yang terluka akibat dipukul aparat. 

Setidaknya ada lima orang mengalami luka. Bahkan, ada rekannya seorang perempuan sampai tidak sadarkan diri.

"Ada kawan yang dipukuli di wajah sampai darah. Ada yang bajunya sampai robek. Lima orang terluka. Ada cewek dipukul sampai pingsan. Saat ini belum sadar," jelas Nico di Stadion Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (11/3/2022).

Menurut Nico, peserta aksi unjuk rasa menolak pemekaran provinsi Papua diikuti sekitar 104 mahasiswa Papua yang dibawa ke Polda Metro Jaya. Padahal, aksi unjuk rasa yang dilakukannya merupakan aksi damai. "Kami aksi damai menolak pemekaran Papua," kata Nico.

Sementara itu, Kapolsek Sawah Besar Kompol Maulana Mukarom mengatakan, akibat kericuhan itu, AKBP Ferikson terkena pukulan. Menurut Maulana, perwira polisi tersebut mengalami luka robek di bagian kepala.

"Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat yang jadi korban pemukulan oleh pendemo mahasiswa Papua," kata Kapolsek Sawah Besar, Kompol Maulana Mukarom saat dikonfirmasi.

Aksi unjuk rasa yang dilakukan puluhan mahasiswa itu merupakan buntut rencana pemerintah, dalam hal ini Kemendagri melakukan pemekaran di Provinsi Papua menjadi enam wilayah administrasi. Rencananya, ada enam provinsi yang diusulkan menjadi daerah otonomi baru.

Di antaranya, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dan Papua Tabi Saireri. Rencana itu mengacu pada Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 2 Tahun 2021. 

Pemerintah mengeklaim, pemekaran tersebut bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat. Kemudian, juga disebut dapat mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (OAP). 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler