Pemerintah Diminta Antisipasi Jual-Beli Jabatan Penjabat Kepala Daerah
Kekosongan jabatan kepala daerah akan terjadi mulai mei 2022.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta pemerintah mengantisipasi praktik jual-beli jabatan penjabat kepala daerah. Sebanyak 271 daerah akan dipimpin penjabat karena terjadi kekosongan jabatan pada 2022-2023 sampai dilantiknya kepala daerah definitif hasil Pilkada serentak 2024.
"Penting untuk mengantisipasi agar tidak terjadi praktik koruptif seperti jual beli jabatan yang di beberapa daerah terjadi saat pengisian jabatan-jabatan strategis di pemerintahan daerah," ujar Titi kepada Republika.co.id, Ahad (13/3/2022).
Dia mengatakan, pemerintah harus menerbitkan regulasi teknis berupa peraturan pemerintah sebagai salah satu langkah antisipasi tersebut. Meskipun Pasal 201 Undang-Undang Pilkada tidak memerintahkan adanya pengaturan lebih lanjut terkait proses pengangkatan penjabat, pemerintah pun tak boleh menyampingkan amanat Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Konstitusi menyatakan, gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala pemerintah daerah dipilih secara demokratis. Regulasi teknis yang terukur sangat diperlukan untuk menjaga transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas proses penunjukan penjabat kepala daerah.
"Khususnya memastikan agar dalam pengisian penjabat tidak terjadi anasir-anasir praktik transaksional ataupun bancakan politik," kata Titi.
Menurut dia, regulasi teknis juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik. Hal ini terkait hak politik rakyat yang dibekukan, mulai dari berakhirnya masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan Pilkada 2018 pada 2022-2023 sampai diselenggarakan kembali pilkada pada 2024.
Mengingat kekosongan jabatan akan terjadi mulai Mei 2022, maka regulasi teknis itu penting segera dikeluarkan. Pemerintah harus menjamin pengangkatan penjabat kepala daerah tidak akan disalahgunakan atau dimanipulasi.
"Karena di berbagai daerah yang akan berakhir masa jabatannya pada Mei, di daerah-daerah tersebut sudah mulai ramai perbincangan soal bursa pengisian penjabat untuk daerah itu. Jangan sampai ini menjadi bola liar yang sekadar menjadi agenda elite dan jauh dari partisipasi masyarakat," jelas Titi.