Kasus Nagreg, Anak Buah Sebut Kolonel Priyanto Tolak Bawa Korban ke Puskesmas

Namun, Kolonel Suprayitno mengatakan, mereka akan dibuang ke sungai di daerah Jateng.

Dok Pendam Merdeka
Penyidik Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) membawa Kolonel Priyanto dari Kota Manado menuju Jakarta untuk menjalani penyelidikan dan penyidikan, sebelum dilimpahkan ke Pomdam III/Siliwangi.
Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko, saksi dalam persidangan kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, mengatakan, bahwa terdakwa perwira menengah TNI Kolonel Infanteri Priyanto menolak sarannya untuk membawa korban ke puskesmas. 


Andreas Dwi Atmoko yang merupakan anak buah Kolonel Priyanto itu mengatakan, telah menyarankan atasannya tersebut untuk membawa dua korban ke Puskesmas Limbangan, Sukabumi, Jawa Barat, agar mendapatkan pertolongan. Namun, terdakwa menolak dan justru memerintahkan Andreas untuk diam.

"Saya bilang, mohon izin Bapak, kita bawa ke puskesmas, bawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Terdakwa bilang, sudah diam, ikuti saya," kata Andreas di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022).

Hal senada disampaikan pula oleh Kopral Satu (Koptu) Ahmad Sholeh yang juga diperiksa selaku saksi. Dia menyampaikan, bahwa dirinya dan Kopda Andreas telah menyarankan Kolonel Priyanto untuk membawa dua korban, yaitu Handi Saputra (17 tahun) dan Salsabila (14), ke puskemas, bahkan secara berulang. Namun, ujar Koptu Ahmad Sholeh, Kolonel Priyanto bersikeras menolak. 

Lalu, saat Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh mempertanyakan ke mana dua korban akan dibawa, Kolonel Suprayitno mengatakan, mereka akan dibuang ke sungai di daerah Jawa Tengah. Untuk menanggapi keterangan dari Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Brigadir Jenderal Faridah Faisal menekankan bahwa dalam tindakan pidana, setiap orang mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing. "Setiap orang bertanggung jawab sendiri," ujarnya. 

Oleh karena itu, menurutnya, kedua saksi sepatutnya tidak mengikuti perintah terdakwa Kolonel Priyanto. meskipun sosoknya merupakan atasan dari Kopda Andreas dan Koptu Achmad Soleh. 

Untuk diketahui, kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi dan Salsa di Nagreg. Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah.

Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup. Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.

Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.

Pada sidang sebelumnya, Selasa (8/3), oditur militer yang merupakan penuntut umum di persidangan militerb mendakwa Priyanto dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler