Cara Kaum Perempuan Desa Randugunting Kurangi Sampah Rumah Tangga
Para ibu rumah tangga berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan di sekitar.
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Tingginya produksi sampah rumah tangga di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, terus mempengaruhi daya dukung infrastruktur pengelolaan sampah, yang ada di daerah ini. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengungkap 75 persen tempat penampungan sementara (TPS) sampah di daerahnya saat ini sudah mengalami overload.
Akibatnya, tidak semua produksi sampah harian dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang bisa tertampung dan dikelola di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Selain dibakar, sebagian sampah rumah tangga tersebut justru terkumpul di sejumlah saluran sungai, oleh perilaku sebagian masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungannya.
"Karena itu, problem ini terus mendapatkan perhatian DLH Kabupaten Semarang," kata Kasi Pengembangan Kelembagaan dan SDM DLH Kabupaten Semarang, Eka Yuliyanti, di Ungaran, Senin (21/3/2022). Untuk itu, DLH mengapresiasi dan mendukung keterlibatan swasta dalam mengendalikan produksi sampah rumah tangga.
Seperti yang dilakukan Coca Cola Eropacific Partners (CCEP) Indonesia yang ikut menggerakkan kelompok perempuan Desa Randugunting, Kecamatan Bergas, dalam menekan laju produksi sampah rumah tangga. Sedikitnya sudah ada lima kelompok perempuan di lima dusun kini diberdayakan untuk mengurangi produksi sampah rumah tangga serta kelebihan muatan TPS, melalui kegiatan pengelolaan Bank Sampah (BS).
Masing-masing perempuan BS Kebonan Berseri, Maju Jaya, Wanito Utomo, Maju Makmur, dan BS Wijaya Kusuma. "Seluruhnya digerakkan oleh perempuan (ibu rumah tangga) yang berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan di sekitar mereka," tambah Eka.
Penggerak Bank Sampah (BS) Kebonan Berseri di Dusun Kebonan, Ida menambahkan, melalui bank sampah, ia mengajak warga untuk memilah dan memilih sampah menjadi beberapa kelompok. Antara lain kelompok sampah organik, sampah plastik, kaca, logam, kardus, dan sampah lain yang masih mempunyai nilai jual.
Pemilahan ini membutuhkan orang yang telaten dan kontinu sejak dari dalam lingkungan rumah tangga dan peran ini sangat cocok dengan karakter yang dimiliki oleh perempuan, dalam hal ini para ibu rumah tangga. Sehingga dari dalam rumah sampah rumah tangga yang diproduksi sudah terpilah- pilah.
Hal ini akan memudahkan pengelolaan sampah di BS Kebonan Berseri untuk selanjutnya mengelola sampah yang terkumpul. Mana saja jenis-jenis sampah organik dan sampah anorganik yang terkumpul di bank sampah dari para 'nasabah' (rumah tangga).
"Sampah yang telah dipilah nasabah, selanjutnya dibeli oleh pengepul dan hasilnya digunakan untuk kepentingan warga seperti pembuatan taman desa, atau sebagai tabungan yang dibagikan saat menjelang Hari Raya dan kebutuhan sosial kemasyarakatan lainnya," tegas Ida.
Dyah Susilastuti, penggerak BS Wanito Utomo di Dusun Krajan mengungkapkan, kunci untuk mengoptimalkan peran BS yang utama adalah disiplin dan berkomitmen dalam mengatur waktu. Ia yang berprofesi sebagai guru TK masih menyempatkan diri untuk melayani tetangganya yang menyetorkan sampah anorganik yang belum terpilah.
Ternyata sampah yang sudah terpilah nilai jualnya lebih tinggi. Dalam kelompok yang terlibat telah diambil komitmen bersama "Hasil penjualan sampah ke pengepul sebagian masuk ke kas dan sebagian masuk ke kas PKK yang nantinya akan dimanfaatkan untuk kebutuhan warga," jelasnya.
Menurutnya, perempuan sebagai ibu menjadikannya faktor utama dalam penerapan edukasi pelestarian lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah. Karena bapak-bapak (para warga pria) biasanya sudah sibuk bekerja.
"Karena itu, saya memilih untuk menyampaikan sosialisasi tentang pengelolaan sampah melalui kegiatan-kegiatan ibu-ibu atau kegiatan lain yang dilakukan oleh perempuan di lingkungan, seperti rapat PKK dan perkumpulan Dasawisma (Dawis)," tambahnya.
Sementara itu, Regional Corporate Affairs Manager-East Indonesia Region CCEPI, Armytanti Hanum Kasmito mengungkapkan, CCEP Indonesia menyadari pentingnya peran perempuan dalam mengurangi sampah. Oleh karena itu, sejak 2020 lalu CCEP Indonesia bersama warga mulai meluncurkan program pengelolaan sampah.
Yakni melalui edukasi pembentukan bank sampah untuk mengubah perilaku warga agar dapat mengelola sampah dengan baik. Dari total lima BS di Desa Randugunting, dapat terkumpul sekitar 6.000 kilogram sampah ekonomis per tahun.
“Kami berharap kegiatan ini dapat terus berkembang, sehingga dampak yang dirasakan masyarakat juga akan bertambah," kata dia.