Tanggapan Psikolog Kasandra Putranto Soal Remaja yang Dicabuli Dukun
Remaja sangat rentan terhadap tipu daya dan kesenangan/ ketenangan sesaat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Adityana Kasandra Putranto menilai remaja putri di Jawa Barat yang mendatangi dukun karena pengaruh dari lingkungan sekitar. Termasuk ketika orang tua percaya terhadap hal mistis, maka anak juga memiliki pemahaman yang kurang lebih sama.
Kasandra mengutip penelitian Widiprasetya (2010) yang menjelaskan bahwa motif seseorang menemui dukun adalah untuk mencari pemecahan masalah yang sedang dihadapi dengan menggunakan bantuan spiritual dari dukun. "Selain itu, latar belakang seseorang memilih untuk menemui dukun dikarenakan adanya pengaruh atau dorongan dari lingkungan sekitar serta karena adanya kepercayaan dalam kebudayaan akan kekuatan yang dimiliki oleh seorang dukun yang tidak dimiliki oleh orang lain," ujar Kasandra saat dihubungi Republika, Rabu (23/3/2022).
Ia juga mengutip pernyataan Papalia dan Martorell (2014) yang menyatakan bahwa dari remaja hingga pertengahan dewasa muda, seseorang akan memiliki kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru yang memberi sensasi, dan sulit untuk fokus pada tujuan jangka panjang karena underdevelopment dari cortical systems mereka. Oleh karena itu, remaja akan sangat rentan terhadap tipu daya dan kesenangan/ ketenangan sesaat.
"Selain itu, orang tua juga dapat menjadi faktor mengapa anak-anak di bawah umur percaya pelet atau hal-hal mistis," katanya mengutip penelitian Papalia dan Martorell.
Ia juga mengutip penelitian Sandoiu dan Field (2019) bahwa anak yang orang tuanya memiliki rasa percaya terhadap hal mistis, akan menunjukkan pemahaman dan keyakinan yang kurang lebih sama. Terkait upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah anak-anak menjadi korban pelecehan seksual, Kasandra menyebutkan ada beberapa upaya.
Pertama, meningkatkan taraf pendidikan, baik formal, non formal, maupun pendidikan masyarakat. Kedua, memperkuat pendidikan dalam keluarga. Kemudian, ketiga mendorong sekolah, komunitas, kelompok bisnis dan media untuk lebih aktif menanamkan nilai anti kekerasan, giat mencegah, dan membiasakan menentang kekerasan / kekerasan seksual.
"Ketiga, mendorong inisiatif masyarakat untuk mengurangi kecanduan pornografi, termasuk penyalahgunaan alkohol dan narkoba," ujarnya.
Upaya keempat, mengubah sikap dan perilaku masyarakat melalui promosi kampanye nasional anti kekerasan seksual. Upaya kelima, memperkuat nilai norma sosial budaya yang lebih mendukung pemberdayaan perempuan dan anak.
Keenam atau terakhir yaitu mempromosikan representasi media yang positif tentang perempuan. Lebih lanjut, ia mengutip penelitian Meliyawati dkk 2017 bahwa upaya dini yang dapat dilakukan oleh keluarga untuk mencegah anak-anak menjadi korban pelecehan seksual.
"Peran orang tua sebagai guru, yaitu orang tua mengajarkan pemahaman seks sejak dini. Contohnya, memberikan pemahaman tentang bagian tubuh mana saja yang dilarang untuk dipegang oleh orang lain," katanya mengutip penelitian Meliyawati dkk.
Kemudian, dia melanjutkan, peran orang tua melalui teknik modelling, yaitu dengan memberikan pendidikan seks sejak dini dapat dilihat melalui perilaku orang tua sebagai contoh terhadap anak. Contohnya adalah menunjukan perilaku menyayangi tubuh kepada anak dengan merawat tubuh, dan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan jenis kelamin anak, serta memberikan contoh dalam melindungi diri dari kekerasan seksual.
Selain itu, peran orang tua dengan mentoring, yaitu dengan cara mengawasi kelayakan tontonan televisi maupun youtube yang dilihat oleh anak, memberikan ajaran dalam menjalin hubungan atau interaksi dengan lawan jenisnya, dan memberikan fasilitas untuk anak yang layak. Kemudian, orang tua juga memiliki peran melalui organizing, yaitu melalui ajaran dalam mengatur baik dalam berperilaku terhadap diri sendiri dan orang lain. Contohnya, memberikan ajaran terdapat area-area tubuh orang lain yang tidak boleh disentuh dan sebaliknya, dan memberikan kamar yang terpisah pada anak yang berbeda jenis kelamin.
Kemudian, mengawasi dan mengontrol anak, yaitu keluarga dapat berperan sebagai pelindung bagi para anggota keluarga lainnya dari gangguan, ancaman, atau keadaan yang menimbulkan ketidaknyamanan fisik dan psikologis.
"Selain itu, keluarga juga berperan dalam memberikan pengawasan, bimbingan, arahan, ataupun petunjuk terkait dengan segala aktivitas perkembangan anak agar terhindari dari segala bentuk perilaku seks yang tidak diinginkan," katanya.
Sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandung, Jawa Barat, berhasil mengamankan seorang tersangka kasus tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak perempuan dibawah umur. Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo saat menggelar konferensi pers mengatakan kejadian tersebut terjadi pada Jumat, 14 Januari 2022 lalu. Dimana tersangka J (46) mencabuli korban yang masih berusia dibawah umur.
"Korban dua orang wanita masih di bawah umur datang kerumah tersangka untuk meminta diobati karena terguna-guna atau kena pelet," katanya di Mapolresta Bandung Senin, 21 Maret 2022.
Setelah korban memasuki rumah tersangka, tersangka J langsung beraksi dan berpura-pura bisa mengobati dengan cara ritual. "Modus tersangka ini bisa mengobati korban dengan cara memijit ke bagian sensitif korban yakni AR," ujarnya.