MA Bebaskan Eks Pejabat OJK Fakhir Hilmi dalam Kasus Korupsi Jiwasraya
Fakhri dinyatakan bersalah oleh PN Jakarta Pusat dan PT DKI Jakarta dalam kasus ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mahkamah Agung menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi. Fakhri divonis bebas dalam perkara korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara senilai Rp 16,807 triliun.
"Menyatakan terdakwa Fakhri Hilmi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan subsider. Membebaskan terdakwa Fakhri Hilmi dari semua dakwaan penuntut umum," demikian disebutkan dalam ringkasan vonis majelis hakim kasasi yang disampaikan Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Putusan kasasi itu dijatuhkan majelis kasasi Desnayeti sebagai ketua majelis serta Soesilo dan Agus Yunianto masing-masing sebagai hakim anggota pada 31 Maret 2022. "Memulihkan hak terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya," demikian disebutkan dalam amar tersebut.
Majelis kasasi membebaskan Fakhri karena menilai yang bersangkutan dalam kedudukannya sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A telah menjalankan tugas dan kewenangan jabatannya sesuai dengan Standard Operasional Procedure (SOP) berdasarkan peraturan OJK Nomor 12/PDK.02/2014. "Pada pokoknya terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi," ungkap hakim.
Namun, adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari hakim ad hoc tindak pidana korupsi yaitu Agus Yunianto yang menyatakan Fakhri Hilmi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Fakhri ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karena diduga mengetahui adanya pelanggaran yang telah dilakukan 13 perusahaan manajer investasi.
Yaitu investasi lebih 10 persen untuk reksadana konvensional dan 20 persen untuk reksadana syariah dalam pengelolaan dana Jiwasraya. Padahal, Fakhri berperan sebagai pengawas investasi. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung lalu menuntut Fakhri untuk dipidana selama 8 tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tuntutan itu berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 17 Juni 2021 menyatakan bahwa Fakhri terbukti bersalah dan menjatuhkan pidana selama 6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selanjutnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Fakhri pada tanggal 27 September 2021 menjadi 8 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Setidaknya sudah adanya 6 orang terdakwa yang dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi Jiwasraya.
Mereka adalah mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo yang divonis 20 tahun penjara, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan yang divonis 18 tahun penjara. Selanjutnya, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto yang divonis 20 tahun penjara, Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro divonis seumur hidup serta pemilik Maxima Grup Heru Hidayat yang juga divonis seumur hidup.