Sulitnya Karantina Pasien Covid-19 di Shanghai

Shanghai menggandakan kebijakan karantina Covid-19

AP Photo/Chen Si
Warga berjalan di pedestrian yang kosong di Shanghai, China, Senin (29/3/2022). Shanghai melakukan karantina wilayah dua tahap terhadap 26 juta penduduknya pada Senin.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Lu yang berusia 99 tahun adalah penghuni lama di rumah sakit Perawatan Lansia Donghai Shanghai. Keluarganya yakin bahwa dia mendapatkan perawatan 24 jam di pusat kesehatan terbesar di kota itu.

Gambaran tersebut terjadi sebelum Covid-19 melanda kota terbesar China bulan lalu dan menjadi wabah terburuk di negara itu sejak virus Corona dilaporkan pertama kali di Wuhan pada akhir 2019. Virus ini berhasil menginfeksi banyak pasien, dokter, dan pekerja perawatan di fasilitas 1.800 tempat tidur Shanghai.

Penjaga memposting teriakan minta tolong di media sosial, mengatakan mereka kewalahan. Kerabat mengatakan bahwa ada beberapa kematian di tempat tersebut. Termasuk Lu yang menderita penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi kemudian tertular Covid.

Meskipun Lu tidak memiliki gejala, dia dipindahkan ke fasilitas isolasi, keluarganya diberitahu pada 25 Maret. Menurut cucu Lu, kakeknya meninggal di sana tujuh hari kemudian, penyebab kematian terdaftar sebagai kondisi medis yang mendasarinya.

Dari berbagai pertanyaan yang dimiliki tentang hari-hari terakhir Lu, salah satunya mengapa pasien lanjut usia harus dikarantina secara terpisah. Mereka harus jauh dari petugas perawatan yang paling akrab dengan kondisi para lansia itu hanya karena aturan ketata karantina yang berlaku di Cina.

Ketika Lu dikarantina, keluarga bertanya, "Siapa yang akan merawatnya? Apakah akan ada petugas perawatan, dokter?" kata cucunya.

Menurut cucu Lu, neneknya  bukan orang yang bisa hidup mandiri. "Jika petugas perawatan memiliki Covid dan tidak ada gejala, mengapa mereka tidak bisa tetap bersama? Kekacauan dan tragedi yang terjadi di Shanghai kali ini benar-benar bermuara pada kebijakan yang kejam," katanya.

Kekecewaan cucu Lu ini mencerminkan banyak orang dengan kebijakan China tanpa toleransi terhadap Covid-19. Setiap orang yang dites positif harus dikarantina di tempat isolasi khusus, entah mereka menunjukkan gejala atau tidak.

Shanghai telah menjadi ujian bagi kebijakan ketat negara itu. Karantina rumah bukanlah suatu pilihan dan sampai kemarahan publik mendorong perubahan, Shanghai memisahkan anak-anak yang positif dari orang tua mereka.

Dari 1 Maret hingga 9 April, pusat keuangan China ini telah melaporkan sekitar 180.000 infeksi menular lokal. Sebanyak 96 persen di antaranya tidak menunjukkan gejala dan pemerintah tidak melaporkan kematian selama periode tersebut.



Saat dimintai komentar oleh Reuters, pemerintah Shanghai mengirim laporan media lokal dengan sudut pandang orang pertama kehidupan di salah satu pusat karantina. Penulis yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan, ingin menghilangkan ketakutan bahwa situs semacam itu mengerikan. Dia mengatakan menerima banyak makanan dan obat-obatan tetapi merekomendasikan orang membawa penyumbat telinga dan masker mata. Sedangkan pihak berwenang tidak memberikan komentar lebih lanjut.

Shanghai menggandakan kebijakan karantina, mengubah sekolah, blok apartemen yang baru selesai dibangun, dan ruang pameran yang luas menjadi pusat karantina yang dapat menampung 50.000 orang. Pihak berwenang mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah mendirikan lebih dari 60 fasilitas semacam itu.

Langkah-langkah ini, termasuk mengirim pasien ke tempat karantina di provinsi tetangga, telah disambut oleh publik dengan campuran kekaguman pada kecepatan dan kengerian. Kondisi ini mendorong beberapa penduduk Shanghai untuk menyerukan agar karantina rumah diizinkan.

Media pemerintah China telah menunjukkan rumah sakit dengan hanya dua atau tiga pasien per kamar. Namun, pasien yang dikirim ke pusat karantinta sementera seperti gedung pameran Shanghai mengatakan, mereka hidup berdampingan dengan ribuan orang asing, tanpa dinding, atau kamar mandi dan dengan lampu langit-langit menyala setiap saat.

Video di media sosial China telah menunjukkan situs karantina yang diubah dengan tergesa-gesa, termasuk pabrik kosong yang bobrok. Terdapat tempat karantina yang terbuat dari kontainer pengiriman dan sekolah dengan poster yang mengatakan selimut dan air panas tidak tersedia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler