Dihantam Krisis, Sri Lanka Cari Pinjaman 2,5 Miliar Dolar AS ke China

Dana digunakan untuk membayar kembali pinjaman Beijing yang jatuh tempo pada Juli.

AP Photo/Eranga Jayawardena
Seorang pria mengibarkan bendera nasional Sri Lanka saat dia berdiri di barikade yang menghalangi pintu masuk ke kantor presiden selama protes di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 11 April 2022. Ribuan warga Sri Lanka memprotes menyerukan presiden negara itu Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka mengatakan sedang mencari pinjaman dana sebesar 2,5 miliar dolar AS ke China. Dana itu akan digunakan untuk mengatasi krisis yang tengah melanda negara tersebut.

Baca Juga


Duta Besar Sri Lanka untuk China Palitha Kohona mengungkapkan, negaranya sedang berusaha meminjam 1 miliar dolar AS kepada China. Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk membayar kembali pinjaman Beijing yang jatuh tempo pada Juli mendatang. Pada saat bersamaan, Sri Lanka pun berupaya meminta jalur kredit senilai 1,5 miliar dolar AS kepada Negeri Tirai Bambu.

Dari jalur kredit itu, Sri Lanka hendak membeli barang-barang asal China, seperti tekstil untuk mendukung industri ekspor pakaian jadi. Kohona mengungkapkan, proses pengajuan pinjaman itu kemungkinan akan memakan waktu berminggu-minggu. Namun dia tak memberikan kerangka waktu yang tepat dan tidak mengungkap persyaratan pendanaan.

“Mengingat keadaan saat ini, tidak banyak negara yang bisa melangkah ke lapangan dan melakukan sesuatu. China adalah salah satu negara yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat,” kata Kohona.

Menurut Kohona, baru-baru ini, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa menulis surat kepada Presiden China Xi Jinping. Gotabaya secara terbuka menyampaikan bahwa negaranya mencari dukungan kredit. “Permintaan kami akan dipenuhi, tapi mereka harus melalui sistem China. Kami sangat yakin bahwa lebih cepat, kedua fasilitas (pinjaman dana dan kredit) akan tersedia bagi kami,” ucapnya.

Kohona mengungkapkan, Sri Lanka sebenarnya turut meminta bantuan China untuk membeli barang-barang seperti bahan bakar. Saat ini Sri Lanka tak memiliki cukup mata uang asing untuk membeli minyak. Kendati demikian, Kohona tak yakin China akan membantu negaranya dalam permasalahan tersebut.

Saat ini Sri Lanka sedang menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Bulan lalu, harga barang-barang di sana naik 19 persen atau merupakan yang tercepat di Asia. Melambungnya harga turut disertai dengan meluasnya pemadaman listrik, kelangkaan makanan dan obat-obatan. 

Kondisi tersebut mendorong warga Sri Lanka turun ke jalan dan menggelar demonstrasi. Gelombang demonstrasi telah mendorong 26 menteri di pemerintahan Gotabaya mundur pada 3 April lalu. Hal itu memaksa Gotabaya membentuk kabinet baru untuk menopang jalannya pemerintahan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler