Simak Manfaat Membekali Anak dengan Wawasan Kesetaraan Gender!
Manfaat Membekali Anak dengan Wawasan Kesetaraan Gender
Perlakuan terkait ketidaksetaraan gender di Indonesia faktanya masih marak terjadi utamanya bagi perempuan. Kesadaran masyarakat untuk tidak membeda-bedakan antara peran perempuan dan laki-laki tergolong rendah.
Melansir dari data Global Gender Gap Report 2021, Indonesia menempati peringkat 101 dari 156 negara yang disurvei berdasarkan konteks kesenjangan gender. Masyarakat masih banyak yang menganggap bahwa umumnya laki-laki akan memainkan peran yang lebih membutuhkan rasionalitas dan stamina sedangkan perempuan diberikan tugas terkait kerumahtanggaan dan dapur.
Bahkan kita cenderung untuk mempercayai bahwa setinggi apapun pendidikan perempuan, dapur adalah tempat kembalinya. Padahal menurut Jalil (2018), secara terminilogi, gender adalah perbedaan yang lebih didasarkan pada aspek sosiologis dan kultural atau sebuah konstruksi sosial-budaya hasil ikhtisar manusia.
Dari sini dapat dipahami bahwa gender sejatinya merupakan kumpulan atas opini-opini yang sudah tertanam dan diakui secara turun temurun di masyarakat menjadi sebuah konsensus. Dengan begitu diperlukan sebuah usaha untuk meluruskan anggapan bahwa sejatinya peran dan sifat baik laki-laki maupun perempuan dapat dipertukarkan.
Fakta-fakta seperti yang telah disebutkan memperlihatkan bahwa peningkatan kesadaran akan kesetaraan gender khususnya pada anak usia dini menjadi krusial untuk ditindaklanjuti. Hal itu dipicu oleh alasan bahwa pada usia yang tergolong belia, manusia akan lebih cepat untuk menyerap segala ilmu pengetahuan sebagai ideologi mereka. Sementara Nany (2009) juga menyebutkan jika usia dini merupakan saat yang paling penting untuk menanamkan nilai-nilai tertentu, seperti agama, etika moral dan sosial yang berguna untuk kehidupan anak selanjutnya. Apa yang dipelajari sejak dini akan menjadi dasar kepercayaan dalam memandang berikut menyikapi segala permasalahan. Dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil, ditopang dengan peran orang tua, konstruksi perihal kesetaraan gender diharapkan dapat terwujud.
Mengacu kepada pengertian gender yang diinterpretasi sebagai konstruksi sosial, orang tua sebagai guru sekaligus role model berkewajiban untuk memberikan pengantar kesetaraan gender kepada anak. Orang tua dapat mengatur supaya anak laki-laki terbiasa mengerjakan aktivitas seperti bertaman dan memasak (layaknya stereotip pekerjaan ibu) dibersamai ayah, sedangkan anak perempuan dibersamai ibu melakukan kegiatan (yang biasa distereotipkan sebagai peran ayah), seperti mencuci mobil, dll. Selain merubah konstruksi sosial gender, mereka yang memperoleh asupan kesetaraan gender akan cenderung memiliki sifat demokratis, toleran dan kritis terhadap segala jenis problem yang akan dihadapi di masa depan (Sumiyatiningsih, 2014).