Pemerintah Buka Opsi Kenaikan Harga Pertalite dan Solar

Penyesuaian harga Pertalite dan Solar disebut sebagai solusi jangka menengah.

ANTARA/Jojon
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di SPBU 74.931.04 Tapak Kuda, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (12/4/2022). Menteri ESDM Arifin Tasrif memberikan sinyal akan menaikan harga jual Pertalite dan Solar dalam waktu dekat.
Rep: Intan Pratiwi Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bocornya penyaluran subsidi selama ini sudah diakui pemerintah maupun Pertamina. Hanya saja, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan mekanisme perubahan penyaluran.

Menteri ESDM Arifin Tasrif malah memberikan sinyal akan menaikan harga jual Pertalite dan Solar dalam waktu dekat. Dalam rapat bersama Komisi VII DPR di Jakarta pada Rabu (13/4/2022), Arifin menjelaskan, ketika konflik geopolitik masih memanas dan harga minyak dunia masih berada di atas angin maka ada beban di APBN.

Sebab, kenaikan harga minyak dunia 1 dolar AS akan berdampak pada beban APBN mencapai Rp 5,7 triliun. "Strategi menghadapi dampak kenaikan harga minyak dunia, untuk jangka menengah akan dilakukan penyesuaian harga Pertalite dan Solar," ujar Arifin.

Arifin menjelaskan saat ini Indonesian Crude Price (ICP) per April dipatok menjadi 113 dolar AS per barel. Padahal, APBN hanya mematok 63 dolar AS per barel.

Arifin menjelaskan harga bensin Pertalite dan Solar subsidi pada periode 1 April 2022 ini tidak mengalami perubahan, di mana masing-masing masih dipertahankan pada Rp 7.650 per liter dan Rp 5.150 per liter. Sementara harga Pertamax (RON 92) sudah dinaikkan menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 - Rp 9.400 per liter.

Sedangkan harga Solar nonsubsidi kini sudah dibanderol sebesar Rp 12.950 - Rp 13.550 per liter untuk jenis Dexlite (CN 51). Artinya, ada selisih setidaknya Rp 7.800 per liter dengan harga Solar bersubsidi.

Merespons hal ini, menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai, mestinya pemerintah lebih dulu memperbaiki cara penyaluran subsidi energi, bukan malah menaikan harga jual ke masyarakat.

Dengan adanya kenaikan harga Pertalite maka kemungkinan besar laju inflasi tidak terbendung oleh pemerintah. Sampai akhir 2022, pemerintah sendiri telah mematok inflasi sebesar 3 persen ± 1 persen (yoy).

"Dampak inflasinya sangat besar dan ini akan ditanggung oleh masyarakat kelas bawah," tegas Faisal, Rabu (13/4/2022).

Dengan kenaikan harga jual Pertalite maka daya beli masyarakat bisa terpangkas dan pertumbuhan konsumsi akan tertahan. pertumbuhan dan daya beli yang lemah, pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi tidak maksimal. Sehingga dampaknya meluas, mulai dari penyerapan tenaga kerja rendah dan upaya pengentasan kemiskinan menjadi terganggu.

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi menambahkan pemerintah harus lebih dulu menata penyaluran subsidi. Selama ini, barang subsidi yang penyalurannya tidak tepat sehingga masih banyak masyarakat miskin yang tidak bisa menikmatinya.

Atas dasar itu, Fahmi menyarankan agar pemerintah melakukan distribusi semi tertutup. "Semi tertutup ini bisa dilakukan misalnya, kelompok miskin yang memiliki Kartu Prasejahtera tetap akan mendapatkan haknya. Sementara, orang tidak memiliki kartu tersebut harus membeli dengan harga di pasar atau tidak disubsidi," tambah Fahmi.

Baca Juga


 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler