Halte Pengisian Energi Ruhani

Ramadhan memberikan makna hidup berarti bagi umat Islam

Puasa Ramadhan
Rep: Dr.-Ing. Suhendra Red: Retizen

Halte Pengisian Energi Ruhani


Suhendra, hobby traveler

Suatu hari, sehabis buka puasa dan tarawih di kota Leipzig, Jerman, kami diundang minum teh oleh pengurus salah satu masjid di kota ini untuk minum teh dan santap hidangan Turki. Mesjid yang sering kami kunjungi ini mayoritas dikelola olah saudara-saudara dari Turki. Alhamdulillah, pertemuan yang penuh kehangatan dan menu berbuka yang lezat bergizi. Mumpung hari ini libur, kami memanfaatkan waktunya untuk silaturahmi.

Bakda Hari itu, Hojjah (imam masjid Turki) mengambil tema waktu dalam islam. Diceritakan dalam bahasa Turki, ada penerjemah berbahasa Jerman. Yang menarik ingatan saya adalah cuplikan ceramah beliau berikut ini:

" Kebanyakan urusan kita banyak yang terbengkalai karena kita tidak serius menata halte-halte pemberhentian untuk berhenti sebentar. Kita perlu atur energi dan konsentrasi baru. Waktu waktu sholat ini latihan terbaik untuk kita untuk hal itu. Sholat ibarat Tankstelle (pom bensin) untuk isi energi" Kata Hojjah ( imam masjid).

Karenanya, Hojjah menyarankan, bila waktu harian kita adalah sebuah perjalanan, maka waktu-watu sholat kita layaknya halte-halte pengisian bakarnya. Tempat kita berhenti sejenak, menyegarkan ruahni dan mengisi energi positifnya. Apalagi halte-halte tersebut diisi di tempat yang spesial, di masjid tempat kita sujud mendekatkan diri pada Allah, Zat Yang Maha Pemberi Kekuatan.

Teringat kenangan ini, memori ini kembali menjadi relevan di Ramadhan tahun ini yang masih ditengah pandemi. Di negara kita dengan tempat sujud yang banyak di seantero negeri, seyogyanya tidaklah sulit mendapatkan kesempatan emas mengisis ruhani kita di masjid pada waktu-waktu tersebut. Tempat dan waktu tersedia nyaris tanpa kendala budaya dan peraturan untuk melaksanakannya.

Lain halnya bagi sebagian saudara kita yang menjadi minoritas di negara-negara Barat. Sepertinya, banyak orang yang tinggal di luar negeri dalam waktu lama akan mengalami waktu-waktu terberat dalam hidupnya untuk beradaptasi pada awal perbedaan bahasa, budaya dan peraturan. Demikian juga bagi kebanyakan muslim, selain culture shock, perbadaan waktu dan ketersediaan tempat ibadah juga menjadi tantangan bahkan cobaan dalam menjalani keseharian.

Terkait waktu, kalau musim winter (musim dingin) dinginnya sampai menusuk persendian, tapi kalau summer panas sekali (bisa sampai derajat celcius) dan malamnya pendek. Karenanya, tantangan dalam hal waktu di sini kaitannya dengan waktu untuk ibadah, sholat dan puasa. Musim winternya sulit untuk menyesuaikan zuhur dan ashar karena jaraknya pendek. Masuk zuhur sekitar jam 12, sementara ashar sudah masuk sekitar jam 2. Padahal kalau sedang kuliah, eksperimen atau kerja di tengah hari akan potensi waktu terlewat atau sedang di tempat yang sulit untuk melaksanakan sholat. Sementara musim summer, sulitnya karena terpaksa sering begadang untuk menunggu subuh jam 02:30 pagi setelah sholat isya jam 12 malam. Summer memang waktu dilematis untuk tidur. Masalahnya sering problematis dan dilematis antara isya tepat waktu atau subuh kesiangan.

Untuk waktu sholat, patokan kami biasanya dari islamic center di negara di mana kami berada. Misalkan, di Jerman sering merujuk ke Islamic Center Aachen (www.islam.de). Meskipun demikian, beberapa masjid ada yang menetapkan waktu pasti untuk sholat sholat tertentu. Misalkan, sholat subuh di musim panas (summer) untuk masjid turki ditetapkan jam 5 pagi sepanjang musim summer sehingga jamaah masih bisa hadir meski hari sudah terlihat terang. Di beberapa masjid Arab, waktu isya ditetapkan selalu jam 8 malam sehingga jamaah tidak terburu buru meninggalkan kantor atau urusan rumahnya.

Untuk musim panas (summer), waktu maghrib dan isya umumnya telah larut malam. Maghrib jam 9 lebih hingga jam 10, sementara isya sekitar jam 11 dan subuh jam 2-an. Para ilmuwan dan ulama Eropa mengatakan, saat musim panas terutama mulai sekitar tanggal 15 mei-15 agustus dimana malam sangat panjang, terbenamnya matahari sudah sangat larut dan munculnya waktu isya juga teoritis sebenarnya bisa hanya bebeberapa menit setelah magrib. Artinya, kala kita baru selesai maghrib boleh jadi sudah masuk waktu isya.Waktu isya saat musim panas sangat sulit ditentukan kedatangannya dibanding saat musim dingin.

Karenanya, beberapa masjid memberikan pelajaran adanya rukhshoh (keringanan) saat waktu musim panas yang ditetapkan islamic center mengacu beberapa dalil al quran dan hadits yang Ada. Prakteknya, jamaah boleh menjamak (menggabung) maghrib dan isya. Praktisnya, dengan menjama´ (menggabung) dua waktu sholat berarti kita akan bisa tidur tidak terlalu malam.

Kembali ke halte pengisian ruhani, semoga kita diberikan kekuatan dan petunjuk Allah dalam menata waktu-waktu kita, terutama waktu kita untuk beribadah agar kondisi ruhai dan spiritual kita selalu terjaga. Kala pandemi masih berlangsung, energi ruhiyah ini semoga memompa kekuatan dari berbagai ketakutan yang ada. Semoga kala pademi telah betul-betul sirna, saatnya kita ramaikan kembali surau, musholla dan masjid kita.

(Foto-foto: Kenangan dari masjid Turki Eisenbahnstrasse Leipzig, Jerman).

sumber : https://retizen.id/posts/104357/halte-pengisian-energi-ruhani
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler