Belajar dari Pengalaman Menghadapi Pandemi Covid-19
Menjadi ingatan tidak enak ketika pandemi disikapi dengan gaya bercanda para pejabat.
Oleh : Sunarto
REPUBLIKA.CO.ID, Tulisan ini sebagai catatan ringkas pengalaman rakyat biasa dalam menghadapi pandemi. Sulit rasanya opini ini bisa menampung semua kejadian, apalagi fakta detailnya. Artikel ini hanya potongan pengalaman, cerita, dan fakta apa yang terjadi.
Sejak sebelum dan awal masuknya kasus Covid-19, ruang media massa diwarnai dengan ekspresi penasaran, ketakutan, keraguan hingga pernyataan-pernyataan "miring" oknum pejabat yang kesannya menyepelekan. Kita bisa mengecek kembali berita dalam dokumen digital, bagaimana sikap orang Indonesia pada bulan-bulan awal tahun 2020.
Menjadi ingatan tidak enak ketika fakta pandemi disikapi dengan gaya bercanda para pejabat publik namun kemudian mengalami kewalahan penanganan secara umum.
Pilihan prioritas penanganan pandemi pemerintah pusat terasa lebih memilih menjaga stabilitas ekonomi dari pada fokus mengatasi problem kesehatan yang berbahaya dan menelan banyak korban dan biaya di akhir waktu. Hal ini tercermin dengan ekspresi pilihan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk regulasi dan implementasi alokasi anggaran.
Harapan para ahli kesehatan masyarakat, pemerintah menerapkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus korona di Indonesia. Sesuai undang-undang ini, salah satu kewajiban pemerintah adalah memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat, termasuk makanan bagi hewan-hewan ternak.
Namun publik menilai pemerintah terkesan menghindari kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Kemudian pemerintah mengeluarkan berbagai istilah kebijakan pembatasan yang diterapkan, contohnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang dibuat dalam berbagai level.
Peristiwa pandemi ini mendapat respons dan opini masyarakat yang beragam. Sebagian masyarakat mengaku pandemi virus korona dan penanganannya sangat mengganggu kondisi perekonomian. Di sisi lain pemberitaan media tentang insidensi kasus dan kematian, berpengaruh pada emosi, mereka memahami virus korona membahayakan kesehatan dan merasa takut tertular virus.
Imbauan untuk patuh melaksanakan protokol kesehatan awal pandemi cukup dipatuhi warga. Warga secara mandiri melakukan isolasi lokal yang diinisiasi oleh RW dan RT setempat. Sayangnya kepatuhan warga tidak berjalan lama, sejak presiden mengeluarkan pernyataan kita menghadapi pandemi Covid-19 dengan "New Normal".
Catatan lain bahwa pemerintah dinilai kewalahan dalam mengatasi permasalahan virus korona di Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan seakan tidak memiliki pengaruh atas perkembangan penularan virus. Awal pandemi, pelayanan kesehatan kita terganggu karena berbagai kelangkaan masker dan Alat Pelindung Diri (APD) yang terstandar.
Ini sangat berpengaruh pada kualitas pelayanan dan banyaknya tenaga kesehatan yang tertular Covid-19. Saat itu cukup banyak fasilitas kesehatan, khususnya puskesmas menutup sementara pelayanan. Sementara tak sedikit dokter, bidan, dan perawat yang tertular dan wafat karena terinfeksi Covid-19.
Puncak pandemi di Indonesia sekitar bulan Juli dan awal Agustus 2021 ditandai dengan angka penularan yang sangat tinggi dan kelebihan beban layanan bagi hampir seluruh rumah sakit. Masalah krusial yang muncul dan menjadi berita utama publik adalah kelangkaan tabung isi oksigen, sebagai salah satu faktor utama penyelamatan pasien.
Langkah upaya pencegahan melalui 5M: mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas dapat dilaksanakan, namun terkendala berbagai faktor. Kesadaran dan kedisiplinan belum menjadi kebiasaan, selain dipengaruhi oleh persepsi dan hoaks tentang pandemi Covid-19.
Masyarakat mengalami keraguan dan kejenuhan dalam menjalankan 5M. Upaya gencar program vaksinasi cukup mendapat sambutan yang positif oleh warga, meskipun masih ada sebagian yang masih ragu. Pengalaman penting lain adalah pencatatan data yang harus lebih cepat, akurat, dan transparan. Basis data kasus pandemi merupakan kunci ketepatan penanganan dan dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan selanjutnya.
*Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UII