Asal Usul Kalimat Habis Gelap Terbitlah Terang yang Dikutip RA Kartini dari Alquran

Pemikiran Kartini tentang Islam berubah setelah mendapatkan terjemahan Alquran dari Kiai Sholeh Darat.

network /Kurusetra
.
Rep: Kurusetra Red: Partner
RA Kartini. Kalimat terkenal Habis Gelap Terbitlah Terang dari Kartini diambilnya dari Surah Al-Baqarah. Foto: Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Sebelum menemukan Islam secara kaffah, Raden Ajeng Kartini secara tersirat pernah meragukan agama yang dianutnya. Keraguan itu bisa terbaca dari surat-surat yang dikirimkan kepada sahabat penanya di Belanda, Stella Zihandelaar.

Simak isi surat Kartini bertanggal 6 November 1899:

"Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?"

BACA JUGA: Mengapa Jumlah Kiai di Muhammadiyah Terus Turun?

"Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca".

"Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya".

"Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?"

BACA JUGA: Humor Gus: Cinta Sejati Seperti Tarawih Mampu Bertahan Sampai 23 Rakaat, Tapi Mas Saya Muhammadiyah

Kartini melanjutkan curhatannya melalui surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon:

"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya".

"Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya".

BACA JUGA: Mengapa Orang Muhammadiyah tidak Tahlilan?


Di masa itu, Pemerintah Hindia Belanda melarang ulama menerjemahkan Alquran. Sementara para ulama juga mengharamkannya. Karena itulah Kartini untuk apa mengajarkan sesuatu yang tidak dimengerti artinya.

Namun, pemikiran tersebut berubah setelah Kartini ditakdirkan bertemu dengan Kiai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang. Mbah-nya para kiai tersebut lebih dikenal sebagai Kiai Sholeh Darat.

BACA JUGA: Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

Kartini bertemu dengan Kiai Sholeh Darat di acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya. Saat itu Kiai Sholeh Darat berceramah tentang tafsir Surah Al-Fatihah yang membuat Kartinin tidak bisa memalingkan wajahnya dan pendengarannya.

Setiap kata yang tersusun menjadi kalimat dari Kiai Sholeh Darat dilumat habis. Ini bisa dipahami karena selama mengaji Kartini tidak pernah tahu makna ayat-ayat Alquran.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Tentara Mau Eksekusi Petani, Kamu Anggota PKI Ya, Bukan Ndoro Saya BTI

Kartini pun langsung mendesak pamannya menemui Kiai Sholeh Darat usai pengajian. “Kiai perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.

Kiai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” tanya Kiai Sholeh.

“Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.

BACA JUGA: Humor: Soekarno Otak Kanan Besar, Habibie Otak Kiri Besar, Gus Dur Sama Besar Tapi Suka Gak Nyambung

Kiai Sholeh Darat pun tak punya kata untuk menyela. “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Alquran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Alquran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” kata Kartini.


Ucapan dan pertanyaan Kartini menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa. Setelah pertemuan itu, Kiai Sholeh Darat menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Tiga belas juz akrhinya rampung diterjemahkan oleh Kiai Sholeh Darat dan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.

Kiai Sholeh menerjemahkan Alquran dari Surah Al-Fatihah sampai Surah Ibrahim dalam Arab pegon sehingga tak dicurigai penjajah. Kartini hampir tidak punya waktu luang ketika mempelajari terjemahan Alquran tersebut. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikut, karena Kiai Sholeh meninggal dunia.

BACA JUGA: Sempat Tantang Novel Bamukmin Duel, Denny Siregar: Gak Jadi Deh, Gw Males Bulan Puasa Berantem

Alquran terjemahan itu diberina nama Faidh al-Rahman fi Tafsir Alquran, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, dari Surah Al-Fatihah sampai Surah Ibrahim.

“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami," kata Kartini.

BACA JUGA: Wirda Mansur Mimpi Bertemu Rasulullah dan Abu Bakar, Dimarahi karena tak Mau Menghafal Alquran

Melalui kitab itu pula Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya. Yaitu Surah Al-Baqarah ayat 257 yang mencantumkan, bahwa Allah-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minadh Dhulumaati ilan Nuur).

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

BACA JUGA: Abu Janda: Bukan tidak Mungkin Ada Update Ayat Alquran oleh Para Khalifah Pasca-Nabi Muhammad

Kartini terkesan dengan kalimat "Minadh-Dhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya". Dalam surat-suratnya kepada sahabat Belanda-nya, JH Abendanon, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya”. Sayangnya kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” yang dalam Bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht” menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan dengan kalimat "Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Mr JH Abendanon yang mengumpulkan surat-surat Kartini menjadikan kalimat tersebut judul buku dari kumpulan surat-surat Kartini. Tentu saja dia tidak menyadari jika kalimat tersebut dinukil Kartini dari Alquran yakni Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur yang merupakan inti dari ajaran Islam, membawa manusia dari kegelapan (jahiliyyah atau kebodohan) ke tempat yang terang benderang (petunjuk, hidayah atau kebenaran).

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan


Alquran terjemahan tersebut mengubah pandangan Kartini tentang Barat. Dalam suratnya bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon, Kartini mengutarakan jika Islam yang selama ini dinilai sebagai biang masalah ternyata salah.

"Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban".

"Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan".

BACA JUGA: Humor Gus: Tanya Pendapat Istri Soal Hukum Poligami, Boleh Asal Jangan Suami Saya

Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; "Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disun dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis; “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah SWT.

BACA JUGA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:


>
Podcast: Sejak Kapan Tradisi Membeli Baju Baru Lebaran di Indonesia Dimulai?

> Humor Gus Dur: Nasabah Protes Kartu ATM-nya Macet, Ternyata karena Dilaminating Kayak KTP

> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Humor Gus Dur: Anggota DPR Dipanggil Prof, Dikira Profesor Ternyata Provokator

> 3 Ulama Indonesia yang Jadi Imam di Masjidil Haram Mekkah

> Pendeta Saifudin Ibrahim Sebut Gus Dur tidak Pernah Sholat

> Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Gus Dur: Pendeta Baptis Mobil Kiai, Dibalas Kiai Sunat Motor Pendeta

> Asal Usul Nama-Nama Tempat di Jakarta: Dari Ancol Sampai Kampung Ambon

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

sumber : https://kurusetra.republika.co.id/posts/111855/asal-usul-kalimat-habis-gelap-terbitlah-terang-yang-dikutip-ra-kartini-dari-alquran
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler