Pengertian, Syarat, dan Keistimewaan Wakaf

Wakaf adalah sedekah jariyah yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan ummat

Dompet Dhuafa
Wakaf adalah sedekah jariyah yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan ummat.
Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakaf adalah sedekah jariyah yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan ummat. Harta wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual, dan tidak boleh diwariskan. Karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik Allah atas nama ummat.

Dasar Hukum Wakaf

Hukum Wakaf Berdasarkan Alquran & Sunnah

Baca Juga



Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil pengertian wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya?"

Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan.

Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir, dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.

Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah:

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”

Hukum Wakaf Berdasarkan Hukum Positif

Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

Syarat-syarat Wakaf

Syarat-syarat Orang yang Berwakaf (al-Waqif)

Adapun syarat-syarat al-waqif ada empat yaitu sebagai berikut:

1. Orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.
2. Mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
3. Sudah baligh.
4. Orang tersebut mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis, dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

Syarat-syarat Harta yang Diwakafkan (al-Mauquf)

Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh:

1. Barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga,
2. Harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah,
3. Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif),
4. Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

Syarat-syarat Orang yang Menerima Manfaat Wakaf (al-Mauquf Alaih)

Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah.

Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.

Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat:

Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.

Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

Keistimewaan Wakaf

Wakaf merupakan salah satu amalan ibadah yang termasuk istimewa, hal ini karena pahala wakaf akan terus mengalir walaupun kita telah meninggal dunia. Berbeda dengan amalan-amalan seperti sholat, zakat, puasa, haji dll yang pahalanya akan terputus ketika kita meninggal dunia. Keterangan ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW.

“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakannya. [HR. muslim, Imam Abu Dawud, dan Nasa’iy] Menurut jumhur ulama; sedekah jariyah dalam wujud wakaf.

Pahalanya bisa diatasnamakan orang lain. “Dari sahabat Fadhl datang kepada Rasulullah dan bertanya “ibuku meninggal dunia dan aku bermaksud ingin melakukan amal kebaikan baginya, apakah pahalanya akan bermanfaat buat ibuku?” Rasulullah menjawab, “buatlah sumur umum dan niatkan pahalanya kepada ibumu.”

sumber : Dompet Dhuafa
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler