Syekh Abdullah: Penyebar Islam di Suku Banjar dan Dayak (Part 1)
Setiap hari, makamnya diziarahi ratusan jamaah dari berbagai daerah di seputar Kalimantan Timur.
DIBANDINGKAN DENGAN SYEKH Muhammad Arsyad Al Banjari, tentu tak banyak orang mengenal sosok Syekh Abdullah. Apalagi dilihat dari lokasinya yang berada di Selimau, Desa Jantur, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Artinya, secara geografis wilayah penyebaran Islam di perkampungan Suku Banjar dan Dayak, sangat kecil, sehingga wajar bila tak banyak yang mengenalnya secara luas.
Namun demikian, untuk wilayah se-Kecamatan Muara Muntai, namanya begitu harum dan terkenal. Buktinya, setiap hari, ratusan peziarah mengunjungi makamnya di Daerah Selimau.
Siang itu, Selasa, 3 Mei 2022, kami serombongan dari Desa Jantur, sekitar 40 jamaah, datang mengunjungi komplek pemakamannya. Sebelum kami, sudah puluhan jamaah hadir dan mengunjungi makamnya.
Semuanya datang dengan menggunakan perahu ketinting yang dapat memuat sekira 10an orang per perahu. Kami datang menggunakan lima buah perahu. Di komplek makam Syekh Abdullah, para jamaah memanjatkan doa dan bertawasul kepada Rasulullah dan para Anbiya serta wali-wali Allah agar dimudahkan dalam menjalani hidup dan dimudahkan semua urusan mereka.
Perjalanan dari Desa Jantur ke Selimau hanya sekitar 10-15 menit perjalanan. Karena memang jaraknya cukup dekat. Hanya saja, cuacanya cukup terik. Jadi perlu bawa payung saat perjalanan. Nggak usah khawatir kalau payung terbang, karena kecepatan perahu sedang-sedang saja. Hanya sekira 20 km per jam.
Takut jatuh ke sungai? Nggak usah takut, karena kondisi perahu sudah didesain sedemikian rupa untuk kenyamanan dan keamanan penumpang. Walaupun tidak menggunakan pelampung, insya Allah, aman. Warga Desa Jantur semuanya bisa berenang. Bahkan anak sungai Mahakam yang melintasi Desa Jantur seluas 100 meter, masih sanggup berenang hingga ke seberang.
Kembali pada sosok Syekh Abdullah, beliau adalah seorang ulama dan dzurriyah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam (Saw). Menurut cerita para tetua kampung, beliau dulunya dikenal sebagai penyebar agama Islam di Desa Jantur dan sekitarnya. Di Desa Jantur, warganya mayoritas berasal dari suku Banjar, sedangkan wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Jempang sukunya Dayak Benuaq, dan Kecamatan Penyinggahan serta Muara Kedang adalah suku Kutai.
Menurut cerita Iskandar, kakak sepupu kami yang berusia 68 tahun, Syekh Abdullah ini punya keistimewaan dalam menyebarkan Islam ke penduduk sekitar. Dalam dakwahnya sangat lembut sehingga membuat masyarakat senang mendengar dan menerima ajaran yang disampaikan.
Lebih lanjut Kakak Iskandar bercerita, dakwahnya sangat luas hingga wilayah Rasak dan Seram di Muara Kedang dan Kecamatan Jempang. Syekh Abdullah, karena lama berdakwah kepada suku Banjar, maka dakwahnya senantiasa dinantikan masyarakat.
Sayangnya, tak banyak yang tahu beliau lahir di mana dan pada tahun berapa. Begitu juga dengan wafatnya tidak diketahui secara pasti. Hanya saja, di batu nisannya tertulis wafat pada 7 Syawal, tanpa ada tahunnya. "Tetapi orang tua kami dulu bercerita, saat kami masih kecil saja, beliau sudah wafat. Jadi bisa dipastikan tahun wafatnya sekitar tahun 1940-1950an atau bahkan lebih ke bawah lagi. Bisa jadi 100 tahun lalu," ujar ayah tiga anak ini.
Karena dakwah Syekh Abdullah yang sejuk, maka banyak masyarakat yang berduyun-duyun memeluk agama Islam. Baik suku Banjar, Dayak, Kutai, maupun Bugis. Mereka datang meminta penjelasan tentang ajaran Islam. Dan dengan lembut pula, Syekh Abdullah menjelaskannya. Tak jarang Syekh Abdullah mengunjungi mereka.
Tetapi, setiap kebaikan yang dijalankan, selalu ada cara bagi orang yang tidak suka dan berupaya menghalangi dakwahnya. Beliau yang sehari-harinya berbicara dengan bahasa Banjar, maka suku Banjar dan Kutai masih mudah memahami. Tetapi hal itu berbeda dengan suku lain. Tak jarang beliau meminta para pengikutnya menjadi penerjemah untuk berdakwah ke suku pedalaman.
KaromahKejadian yang tak diinginkan pun akhirnya terjadi. Karena perjalanan dakwahnya yang luas, adakalanya beliau berdakwah seorang diri tanpa santri atau pengikut. Sampai suatu ketika, saat akan kembali menyusuri pedalaman daerah Seram, di Muara Kedang, beliau berjumpa dengan sebagian warga suku pedalaman. Komunikasi yang tak lancar, membuat dakwah terhambat karena berbeda antara maksud dan yang dipahami.
Kesalahanpahaman komunikasi itu membuat beliau harus merelakan diri beliau dihunus pedang oleh warga suku tersebut hingga menghembuskan napas yang terakhir. Saat itu, beliau bermaksud mau ke belakang rumah, tetapi yang dipahami oleh warga suku beliau mau mencari sesuatu, sehingga saat beliau lengah, tombak langsung dihunuskan ke tubuh beliau.
Darah pun menetes. Dan anehnya, bukan darah merah yang keluar dari tubuhnya yang mulia, melainkan darah berwarna putih. Hal itu membuat warga suku kaget. Dan yang makin membuat mereka makin tercengang, sebagaimana informasi yang penulis dapatkan, darah putih yang keluar itu kemudian membentuk tulisan Arab berbunyi Allah dan Muhammad.
Sebelum Syekh Abdullah menghembuskan napasnya yang terakhir, beliau sempat menyampaikan bahwa akan ada kesulitan yang dialami warga atau siapapun yang berusaha di daerah Seram hingga tujuh keturunan mereka kelak. Dan kejadian itu benar-benar dirasakan warga Seram maupun warga luar yang berusaha mencari nafkah di daerah tersebut selalu merasa kesulitan. "Intinya ngalih, sulit mencari nafkah di situ, dan sudah pernah membuktikannya," ujar Iskandar meyakini apa yang diucapkan Syekh Abdullah dulu sebelum wafatnya.
Hal serupa juga diungkapkan Saiman (39 tahun), warga Jantur. Menurutnya karomah atau kekeramatan Syekh Abdullah sudah banyak diketahui. Di antara kekeramatan lainnya adalah saat air Danau Jempang. "Kalau air pasang (dalam), dan rumah-rumah di Jantur banyak yang calap (kebanjiran), tetapi komplek makam Datuk Syekh Abdullah tak pernah kebanjiran, padahal makam beliau ada di pinggir sungai," ujar suami dari Noriah tersebut.
Iskandar menambahkan, Syekh Abdullah walau wafat puluhan atau hampir satu abad lamanya, namun namanya tetap ada di hati penduduk Desa Jantur dan sekitarnya.
Ia menyebutkan, saat Danau Jempang mengering hingga bisa dilewati atau dilintasi kendaraan roda empat maupun roda dua, yang kondisi itu dapat membuat warga di sekitar Danau Jempang kesulitan mencari ikan, tetapi berkat karomah dari Syekh Abdullah yang merupakan Auliya Allah, maka warga Desa Jantur dan sekitarnya masih bisa mendapatkan ikan dalam jumlah yang cukup. "Kami akui karena beliau adalah seorang wali Allah yang senantiasa diberikan keistimewaan oleh Allah, sehingga warga di Jantur khususnya masih mendapatkan ikan," ujarnya. (Syahruddin El Fikri, Jurnalis Republika, Khadimul Rumah Berkah).