Gejala Hepatitis Akut pada Anak yang Mesti Diwaspadai Orang Tua
Jangan sampai anak baru dibawa ke faskes saat kondisinya sudah sangat menurun.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Mimi Kartika, Dessy Suciati Saputri
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan 15 kasus suspek hepatitis akut pada anak di Indonesia di mana tercatat lima kasus meninggal sejauh ini. Kepala komite pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Titi Sundari mengimbau orang tua bisa mengenali gejala hepatitis akut misterius sejak dini.
"Yang penting yang harus diperhatikan adalah kenali gejalanya sejak dini. Jangan membawa anak dalam kondisi tidak sadar, kejang, atau dalam kondisi dalam sangat lemas karena artinya kondisinya sudah fatal," ujarnya saat berbicara di konferensi virtual, Rabu (11/5).
Titi menyebut gejala hepatitis akut misterius seperti mual sampai demam. Ia meminta para orang tua berhati-hati karena keluhan ini biasanya gejala awal hepatitis akut
"Kalau misalnya pada putra-putri, anak bawah lima tahun atau anak di bawah usia 16 tahun memiliki keluhan seperti mual, muntah, nyeri perut, diare, hingga demam yang hilang timbul maka harus diwaspadai," ujarnya.
Kemudian, dia menambahkan, saat memasuki fase lanjut penderita penyakit ini akan mengalami gejala kuning, air kencing berubah jadi seperti warna teh, atau bahkan tinjanya berwarna putih. Selanjutnya, penderita bisa mengalami kejang dan kondisi tubuh yang sangat lemas sampai menurun kesadarannya.
Ia mewanti-wanti orang tua harus hati-hati dan segera membawa anak ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) saat menemukan gejala awal. Seperti disebutkan sebelumnya, gejala awal seperti mual, muntah, dan gejala saluran cerna.
"Yang penting yang harus diperhatikan adalah kenali gejalanya sejak dini. Jangan membawa anak dalam kondisi tidak sadar, kesadaran menurun, kejang, atau dalam kondisi dalam sangat lemas karena artinya kondisinya sudah fatal," katanya.
Titi juga berpesan agar masyarakat atau orang tua tidak panik menyikapi wabah hepatitis misterius saat ini. Termasuk menyikapi pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah yang sudah mulai digelar sejak 2-3 bulan lalu.
Ia meminta guru-guru sekolah juga memberikan edukasi kepada murid-muridnya bahwa penularan hepatis akut misterius adalah secara oral atau lewat tangan yang kotor atau tangan yang terkontaminasi feses, atau tertular dari pasien yang sakit. Untuk itu, ia meminta anak-anak perlu diberikan edukasi pada putra-putrinya untuk selalu menjaga kebersihan, kedua sering-sering mencuci tangan.
Dari pihak sekolah, ia meminta wajib disediakan westafel, sabun, handuk untuk mengeringkan tangan. Kemudian orang tua mungkin sebaiknya membawakan bekal untuk putra-putrinya dan memastikan bekal yang dibawa sudah dimasak dengan baik. Sehingga, akan aman dari risiko penularan virus.
Selanjutnya, anak perlu diedukasi untuk tidak memakai alat makan bersama-sama atau satu piring berdua. Terakhir jangan lupa untuk meminta putra putrinya supaya tidak jajan sembarangan.
Terkait hepatitis akut berhubungan dengan vaksinasi Covid-19, ia mengakui ada kabar beredar kabar bahwa penyebab penyakit ini salah satunya adalah vaksinasi Covid-19. Padahal, ia mengklarifikasi bahwa ternyata banyak sekali anak-anak penderita hepatitis akut misterius yang belum mendapatkan vaksin Covid-19. Jika belum divaksinasi, bagaimana mungkin terkena hepatitis akut karena efek vaksinasi Covid-19.
"Jadi, itu adalah hoaks yang faktanya tidak benar. Dokter anak Indonesia menyampaikan bahwa efek hepatitis akut misterius saat ini tak ada hubungannya dengan vaksinasi Covid-19," katanya.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah (pemda), serta sekolah mengantisipasi dengan serius kasus hepatitis misterius yang menyerang anak. Dia meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengingatkan sekolah untuk meningkatkan protokol kesehatan (prokes).
"Kami mendesak Kemdikbudristek dan pemda membuat surat edaran sebagai pengingat, agar sekolah-sekolah meningkatkan disiplin protokol kesehatan, mencegah Covid-19 yang masih pandemi termasuk mencegah penularan hepatitis terhadap anak," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam siaran persnya yang diterima Republika, Rabu (11/5/2022).
Dia mengatakan, pencegahan kasus hepatitis misterius terhadap anak ini harus menjadi perhatian lebih, khususnya bagi anak usia play group (day care), PAUD/TK, dan SD/MI. Pencegahan harus menjadi kesadaran kolektif, khususnya bagi guru, siswa, dan orang tua.
Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menjelaskan, surat edaran kepada sekolah, termasuk guru, siswa, orang tua, dan warga sekolah lainnya sangat penting. Dia berharap seluruhnya memiliki pemahaman yang baik terkait kasus hepatitis misterius anak.
"Apa saja indikasi gejala, faktor penyebab, langkah pencegahan, serta kiat hidup bersih demi menjaga anak agar tidak tertular," kata Iman.
P2G mendesak Kemdikbudristek, Kemeterian Agama, Kementerian Kesehatan, dan pemda meningkatkan pengawasan dan mengevaluasi ketaatan protokol kesehatan di sekolah termasuk pelaksanaan prinsip adaptasi kebiasaan baru (AKB). Sebab, P2G masih menemukan banyaknya pelanggaran protokol kesehatan di sekolah setelah kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen dimulai beberapa bulan lalu.
"Prokes banyak dilanggar warga sekolah, baik siswa maupun guru makin tak disiplin prokes. Apalagi pascamudik lebaran ini. Mestinya warga sekolah jangan dulu euforia, status Covid-19 masih pandemi belum endemi," tutur Iman.
Sebelumnya, Kemdikbudristek menyatakan, sudah berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan tentang penyakit hepatitis akut yang belakangan muncul ke permukaan. Melihat adanya penyakit tersebut di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum usai, Kemendikbudristek meminta satuan-satuan pendidikan untuk memperbaiki prokes di tempat masing-masing.
"Kami sudah berdiskusi (dengan Kemenkes mengenai penyakit hepatitis akut)," ungkap Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, lewat pesan singkat kepada Republika, Selasa (10/5/2022).
Sebagaimana diketahui, hingga saat ini para peneliti belum mengetahui secara dari mana virus hepatitis akut yang menyerang anak-anak berasal. Di sisi lain, pembelajaran tatap muka (PTM) akan kembali dilaksanakan usai penambahan libur untuk Hari Raya Idul Fitri 1443 H.
"Sekolah perlu memperbaiki prokes sebagaimana sudah ada pada SKB Empat Menteri tentang Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19," kata Jumeri.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pada Selasa (10/5/2022) mengatakan, dari 15 pasien yang diduga suspek hepatitis akut, lima di antaranya meninggal dunia. Namun, hingga kini pihaknya masih melakukan investigasi sehingga 15 kasus tersebut masih dalam status suspek.
"Lima orang meninggal dunia di DKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat. Untuk hasil investigasi masih ditunggu hasil labnya. Hanya empat yang bisa sebagai pending klasifikasi yang lain masih suspek karena masih menunggu hasil labnya," ujar Nadia kepada Republika.
Nadia menambahkan, berdasarkan pemeriksaan PCR untuk Covid-19 yang dilakukan terhadap sembilan pasien mendapatkan hasil negatif. Kini, Kementeriam Kesehatan juga masih melakukan lima Penyelidikan Epidemiologis (PE), namun masih belum ditemukan pola penyebaran penyakit tersebut.
“Hasil PE sementara ini belum ketemu pola penularan,” ucapnya.