Belajar Sadar Saat yang Tepat Memakai dan Melepas Masker

Masyarakat diharapkan tetap disiplin prokes meski aturan Covid-19 sudah dilonggarkan.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Warga beraktivitas di Taman Sejarah Bandung, Jalan Aceh, Kota Bandung, Rabu (18/5/2022). Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memastikan Indonesia resmi masuk masa transisi dari pandemi menjadi endemi Covid-19. Kondisi itu ditandai dengan sejumlah relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan Covid-19 seperti penghapusan kebijakan pemeriksaan PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan, serta memperbolehkan masyarakat untuk tidak memakai masker di ruang terbuka. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Febryan A, Fauziah Mursid

Pemerintah telah memutuskan pelonggaran penggunaan masker di luar ruangan yang tidak padat mulai hari ini. Masyarakat namun tetap diharap menjadikan masker sebagai gaya hidup dan bisa membedakan kapan saat yang tepat untuk memakai masker atau melepasnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menilai, kini banyak masyarakat yang memakai masker menganggapnya jadi budaya atau gaya hidup. "Jadi, kalau tak pakai masker jadi tak percaya diri. Mereka disadarkan bahwa masker untuk proteksi diri sendiri maupun memproteksi orang lain," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (18/5/2022).

Artinya, dia melanjutkan, masker jadi perlindungan kalau bertemu dengan banyak orang. Karena tentu di antara banyak orang tidak diketahui apakah ada yang punya penyakit atau tidak, termasuk Covid-19. Sehingga tiap masyarakat sebaiknya pakai masker meski di luar ruangan. Apalagi, bagi yang sakit maka harus pakai masker. Karena diharapkan mereka sadar bahwa berbagai penyakit, terutama influenza dan batuk hingga Covid-19 bisa menular.

"Sehingga, diharapkan masker menjadi budaya. Masyarakat harus sadar betul kapan harus pakai masker dan kapan boleh lepas masker," katanya.

Terkait kontrol pelonggaran memakai masker dan bisa mewujudkan endemi, Syahril mengingatkan keputusan Presiden Joko Widodo ini adalah untuk melindungi masyarakat. Sehingga, dia melanjutkan, seluruh sektor dan seluruh kementerian, lembaga, hingga swasta harus mengimplementasikan arahan kepala negara hingga tingkat bawah untuk ikut memantau.

"Yang mengawasi yang perusahaan, kementerian, lembaga itu sendiri alias pengawasan di level masing-masing. Kan tidak mungkin diawasi orang lain," ujarnya.

Terkait menjatuhkan sanksi, ia menambahkan pemerintah mengajak masyarakat untuk menerapkan kebijakan ini dengan kesadaran. Artinya, dia melanjutkan, ada pelibatan masyarakat, perusahaan, instansi dalam pengawasan memakai masker di dalam ruangan. Lebih lanjut Kemenkes meminta meminta kalau masyarakat mau mempertahankan situasi ini maka diminta mengikuti aturan.

"Sampai berapa lama? Tunggu pengumuman berikutnya. Karena status pandemi Covid-19 belum dicabut," katanya.

Oleh karena itu, dia melanjutkan, pemerintah kini tengah transisi menuju endemi. Kalau dalam periode lima-enam bulan mendatang berhasil maka bisa dikatakan status Covid-19 bisa jadi endemi.

Epidemiolog menilai, kebijakan pelonggaran sudah tepat dilakukan. Kebijakan ini diyakini pula tak akan menyebabkan lonjakan kasus.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menjelaskan, kebijakan ini tepat diterapkan saat ini lantaran kondisi pengendalian kasus Covid-19 sudah membaik dalam tujuh pekan terakhir. Menurut Masdalina, kebijakan lepas masker ini tak akan mengakibatkan lonjakan kasus karena tak termasuk dalam tiga hal penentu kenaikan kasus. Tiga penentu itu adalah munculnya variant of concern yang belum bersirkulasi, jumlah tes yang tinggi, dan tingginya positivity rate.

"Kalau tiga itu terkendali alias angkanya aman, maka besar kemungkinan tidak ada peningkatan kasus sekalipun kita memperlonggar 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak)," kata Masdalina. "Jadi tidak ada korelasi langsungnya antara penggunaan masker dengan kenaikan kasus," imbuhnya.

Meski bukan penentu kenaikan kasus, kata dia, penggunan masker merupakan upaya pencegahan, yang dianjurkan secara kuat oleh WHO. Karena itu, dia berharap masyarakat bisa mengikuti instruksi pemerintah untuk tetap menggunakan masker di ruang tertutup. Masyarakat, kata dia, juga harus pakai masker ketika sedang sakit.

Berdasarkan pengamatannya, Masdalina meyakini masyarakat tak akan terjebak dalam euforia tidak menggunakan masker. Dia meyakini sudah banyak masyarakat yang sadar pentingnya menggunakan masker.

Masdalina menambahkan, meski sekarang ada pelonggaran, masyarakat harus siap menggunakan masker lagi saat kondisi kembali memburuk alias terjadi peningkatan kasus. "Apakah mungkin memburuk kembali? Mungkin saja, karena negara-negara sekitar kita kasusnya sedang naik seperti Malaysia," ujarnya.

Sementara ahli epidemiologi lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dr Yudhi Wibowo mengingatkan meskipun saat ini Pemerintah melonggarkan kebijakan pemakaian masker di area terbuka namun masyarakat masih perlu disiplin menerapkan protokol kesehatan di ruang tertutup. "Tentunya di area tertutup masih perlu disiplin menerapkan protokol kesehatan dan memakai masker, khususnya bagi mereka yang mempunyai komorbid, serta bagi lansia dan mereka yang sedang batuk dan pilek," katanya.

Dia juga menambahkan, pelonggaran kebijakan pemakaian masker di area terbuka memang dapat dicoba mengingat tren kasus baru dan kasus meninggal dunia pada saat ini relatif tidak signifikan. "Selain itu pada saat ini juga telah semakin banyak masyarakat yang tervaksinasi Covid-19 mulai dari dosis pertama hingga dosis ketiga," katanya.

Dengan demikian, kata dia, pelonggaran kebijakan pemakaian masker di area terbuka Ini merupakan langkah-langkah menuju endemi. "Kendati demikian yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan pengawasan terhadap penggunaan masker setelah adanya pelonggaran. Misalkan pengawasan penggunaan masker untuk di dalam ruangan atau di angkutan umum," katanya.



Baca Juga


Selain adanya mekanisme pengawasan yang baik, kata dia, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa penggunaan masker di dalam ruangan dan transportasi publik masih diperlukan. "Program sosialisasi dan juga edukasi masih perlu terus diintensifkan guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan kebijakan tersebut," katanya.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengimbau pelaku perjalanan baik dalam negeri maupun luar negeri untuk tidak berbicara selama berada di transportasi publik. Ini menyusul telah dilonggarkannya ketentuan bagi PPDN maupun PPLN di seluruh moda transportasi publik.

"Sebagai tambahan bagi penyusunan protokol kesehatan selama perjalanan dalam dan luar negeri maka dihimbau untuk tidak berbicara satu arah maupun dua arah melalui telepon ataupun secara langsung sepanjang perjalanan di seluruh moda transportasi," kata Wiku dalam keterangan persnya, Rabu (18/5/2022).

Wiku menjelaskan, mengingat dengan adanya relaksasi maka jarak sebagai bagian dari protokol kesehatan akan semakin terkompromi. Karena itu, diperlukan upaya menghindari potensi penularan semaksimal mungkin di moda transportasi. "Termasuk yaitu tidak berbicara untuk meminimalisir droplet di tempat tertutup seperti di moda transportasi," kata Wiku.

Wiku menegaskan, meski Pemerintah telah gencar melakukan relaksasi, tetapi prinsip kehati-hatian harus tetap diperhatikan. "Kami mohon masyarakat untuk dapat amanah menjalankannya dan senantiasa tetap waspada siaga dan adaptif dengan berbagai perubahan yang ada ke depannya," ujarnya.

Pemerintah telah melonggarkan kebijakan bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri berupa dibebaskannya tes PCR maupun antigen bagi mereka yang sudah divaksinasi lengkap. Menyusul kebijakan itu, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan dua surat edaran terbaru yakni Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2022 terkait protokol kesehatan PPDN dan Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2022 terkait protokol kesehatan bagi PPLN.

"Di mana kembalinya lagi syarat perjalanan (PPDN) sebagaimana yang berlaku sebelum periode Hari Raya Idul Fitri dan mudik Tahun 2022 yaitu tidak diwajibkan untuk menunjukkan hasil RT PCR atau antigen untuk pelaku perjalanan yang sudah divaksin lengkap dan booster," kata Wiku.

Wiku melanjutkan, SE 18/2022 mengatur kewajiban untuk menunjukkan hasil RT PCR 3x24 jam atau antigen 1x24 jam untuk PPDN yang baru menerima satu dosis vaksin. Kemudian kewajiban menunjukkan kartu vaksin dan hasil negatif Covid-19 dapat dikecualikan bagi PPDN yang mengalami kondisi kesehatan tertentu, dengan catatan dapat menunjukkan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah bahwa dinyatakan tidak bisa divaksin.

Sedangkan, untuk anak usia kurang dari 6 tahun yang hendak melakukan perjalanan dikecualikan untuk menunjukkan kartu vaksinasi dan wajib testing. Dengan catatan dapat melakukan perjalanan jika pendamping perjalanan telah memenuhi syarat perjalanan sesuai dengan ketentuan.

Sementara, Surat edaran Satgas Nomor 19 Tahun 2022, mengatur sudah tidak diwajibkannya bagi seluruh pelaku perjalanan internasional untuk menunjukkan hasil negatif Covid-19 sebelum memasuki Indonesia, baik PCR maupun antigen. Ketentuan ini diikuti dengan catatan telah memenuhi perlengkapan data profil di aplikasi PeduliLindungi.

Namun, kebijakan tes konfirmasi dan karantina di Indonesia tetap ada dengan catatan. Yakni, tes ulang hanya berlaku bagi pelaku perjalanan yang ditemukan menunjukan gejala mirip Covid-19 atau suhu di atas 37,5 derajat Celcius atau suspek, bagi mereka yang berkewajiban sebagai syarat untuk menyelesaikannya.

"Karantina hanya berlaku bagi pelaku perjalanan yang belum divaksin atau sudah divaksin dosis pertama minimal 14 Hari sebelum keberangkatan selama 5x24 jam," katanya.

Selain itu, khusus bagi pelaku perjalanan yang masuk dalam kategori PPLN post Covid recovery atau yang telah selesai menjalankan isolasi atau perawatan Covid-19 dan sudah dinyatakan tidak aktif menularkan Covid-19, sudah tidak lagi wajib melakukan tes ulang saat kedatangan sama seperti pengaturan sebelumnya. Kategori ini, kata Wiku, akan dikecualikan untuk menunjukan sertifikat vaksin dengan syarat mampu menunjukan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah atau Kementerian Kesehatan negara keberangkatan bahwa sudah tidak aktif menularkan Covid-19.


Tips anak-anak betah mengenakan masker. - (Republika.co.id)





BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler