Para Ilmuwan Muslimah Abad Keemasan
Selain ilmu-ilmu agama, para ilmuwan muslimah pada abad keemasan juga menguasai juga sains.
Sejak awal mula Islam, sejumlah perempuan sedianya telah memelopori penguasaan ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Tak seperti klaim profesor tertentu belakangan, "perempuan-perempuan gurun" ini sama sekali tak tertutup pikirannya.
Pada masa keemasan, ilmu yang dikuasai para Muslimah juga berkembang. Selain ilmu-ilmu agama, para perempuan juga mulai mendobrak dominasi lelaki pada bidang ilmu pasti. Berikut di antara mereka yang muncul pada masa keemasan peradaban Islam.
Sayyida Nafisa (wafat 830 H)
Nama lengkapnya Nafīsah bint Ḥasan bin Zayd bin Hasan bin ʿAli ibn Abi Ṭalib. Keturunan Rasulullah ini mengajar di Mesir.
Tak hanya menguasai ilmu hadits, ia juga dirujuk soal fiqih. Muridnya yang apling terkenal adalah Muhammad ibn Idris asy-Syafi'i, pendiri madzhab Syafiiyah yang saat ini dianut sebagian besar Muslim Indonesia. Ibn Kathir meriwayatkan, Nafisah bahkan membiayai pendidikan Imam Syafi'i.
Begitu hormatnya Imam Syafi'i terhadap gurunya itu, ia berwasiat meminta Sayyidah Nafisa menyolati jenazahnya jika wafat terlebih dulu.
Zubaidah binti Ja’far Al-Mansur (wafat 831 H)
Zubaidah yang nama aslinya Amat al-Aziz terkenal sebagai permaisuri Khalifah Abbasiyah, Harun al-Rasyid. Ia tercatat sebagai perempuan yang sangat cerdas dan mencintai ilmu pengetahuan.
Ia kerap mendatangkan para ilmuwan dan sastrawan ke istana di Baghdad untuk berbagi ilmu. Seluruh dayangnya dikabarkan hafal Alquran dan selalu menghiasi istana dengan bacaan Alquran.
Namun paling krusial, menurut KH Husein Muhammad dalam Perempuan Uama Di Atas Panggung Sejarah, Zubaidah kerap mendorong suaminya mendirikan institusi pendidikan dan perpustakaan. Salah satu hasilnya adalah perpustakaan Baitul Hikmah yang jadi pusat penerjemahan ilmu pengetahuan paling maju pada masanya. Dari institusi itu lahir banyak ilmuwan Muslim dengan penemuan-penemuan yang mengubah dunia.
Fatimah el-Fihri (wafat 880 M)
Fatimah el-Fihri belakangan kian dikenal sebagai pendiri universitas tertua yang masih beroperasi di dunia saat ini. Sejarawan Ibn Abi Zar' menuturkan, bermodalkan harta warisan sang ayah yang merupakan pengusaha sukses, Fatimah mendirikan Masjid al-Qarawiyyin di Fez, Maroko pada 859 M.
Masjid itu kemudian menjadi pusat pendidikan tinggi yang memberikan ijazah serta memiliki juga perpustakaan paling tua yang masih beroperasi hingga saat ini. Di perpustakaan masjid itu hingga saat ini masih tersimpan sedikitnya 4.000 manuskrip kuno. Pada masa keemasannya, Universitas al-Qarawiyyin disebut jadi pusat penyebaran ilmu pengetahuan ke seantero wilayah Muslim.
Lubna dari Kordoba (abad ke-10)
Lubna mulanya adalah seorang budak di masa penguasaan Muslim di Kordoba, Spanyol. Karena kecerdasannya, ia kemudian memulai karir sebagai penyalin kitab pada masa Sultan Al-Hakam II. Tak hanya menyalin, ia kemudian juga jadi penerjemah yang produktif di perpustakaan kerajaan.
Joyce E Salisbury, sejarawan dari University of Wisconsin mencatat bahwa di antara yang ia terjemahkan adalah teori-teori matematika Archimedes dan Euclid. Sejarawan Ibn Bashkuwal menuliskan bahwa Lubna mampu "menyelesaikan persoalan geometri dan aljabar paling rumit pada masanya."
Mariam al-Astrulabiyya (abad ke-10)
Sementara dari Suriah ada Mariam al-Astrulabiyya yang nama aslinya adalah Al-ʻIjliyyah bint al-ʻIjliyy. Merujuk sejarawan Ibn al-Nadim, Mariam meneruskan dan menyempurnakan keahlian membangun astrolab alias alat untuk melacak pergerakan benda-benda langit dari ayahnya.
Alat tersebut sangat krusial membantu capaian ilmu astronomis pada masa lalu. Untuk menghormati sumbangannya bagi ilmu astronomi, salah satu asteroid utama pada sabuk asteroid yang beredar pada orbit di antara Mars dan Jupiter dinamai Al-'Ijliya pada 2016.
Sutayta Al Mahamli (wafat 987 M)
Sutayta merupakan pakar matematika yang hidup pada paruh kedua abad ke-10. Ia dilahirkan dari keluarga berpendidikan tinggi di Baghdad, Irak. Kecerdasan dan capaiannya pada masa itu mendapat pujian dari sejumlah sejarawan seperti Ibnu Al Khatib Baghdadi, Ibnu Al Jawzi, serta Ibnu Katsir.
Sutayta dikenal sangat menguasai aritmatika. Pada zamannya, matematika terutama cabang aritmatika dan perhitungan waris berkembang sangat baik. Pada cabang aljabar, Sutayta berhasil menemukan persamaan yang pada masa berikutnya sering dikutip pakar matematika lainnya.