Soal Ungkapan ‘Ojo Kesusu’, Pengamat: Isyarat Jokowi Agar Ganjar-Erick Maju

Ada lima hal yang membuat nama Ganjar Pranowo dan Erick Thohir potensial dipasangkan.

istimewa/tangkapan layar
Presiden Jokowi saat berpidato di Rakernas relawan Projo.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Ojo kesusu." Begitu kata Presiden Joko Widodo menanggapi situasi politik yang ramai dengan aksi dukungan dini kepada sejumlah tokoh nasional untuk maju sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2024.


“Yang berkaitan dengan politik, karena kita fokus selesaikan masalah itu, maka ojo kesusu sik, jangan tergesa-gesa. Meskipun mungkin yang kita dukung ada disini (di arena rakernas),” ujar Jokowi kepada para peserta Rakernas relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang Jawa Tengah, Sabtu (21/5).

Pernyataan Presiden Jokowi soal jangan tergesa-gesa dalam menentukan arah politik tentu saja betul satu sisi. Sebab, politik bukan ajang pencarian bakat, yang terkadang dikejar jam tayang. Namun, sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Hanya saja, perlu diingat jika demokrasi di era digital meniscayakan disrupsi, perubahan nan cepat namun tak bisa ditebak. Pemilu di Filipina yang ternyata memenangkan Bongbong Marcos menjadi bukti, bagaimana persepsi orang tentang satu rezim bisa berubah cepat akibat kemajuan teknologi infotmasi dan media sosial.

Makanya isyarat Jokowi yang menyebut "yang kita dukung bisa jadi ada di sini" di acara rakernas Projo tersebut juga sudah tepat. Sebab, masyarakat demokrasi kita yang notabene pengguna media sosial sebetulnya paham, apa yang dimaksud Jokowi tersebut.

Itulah alasan pengamat politik INDOPOL, Verdy Firmantoro, mengatakan, politik itu harus realistis dan logis. Tidak mungkin Presiden Jokowi secara vulgar memberikan dukungan. Juga tidak mungkin mendukung yang tak berpotensi meraih kemenangan dan meneruskan cita-citanya.

Isyarat Presiden Jokowi, menurut Verdy, adalah arahan realitisnya soal siapa yang layak menjadi pelanjutnya kelak. Pun demikian, ketika halal bihalal pasca lebaran kemarin, saat menerima salah satu menterinya di Istana Yogyakarta, Erick Thohir. Menurut Verdy, itu juga isyarat.

Karena itu, kata dia, animo masyarakat yang belakangan ini tengah masif mendeklarasikan bahkan memaketkan Ganjar Pranowo-Erick Thohir untuk berlaga di Pemilihan Presiden 2024 adalah hal yang wajar.

"Suka atau tidak, duet Ganjar Pranowo-Erick Thohir dinilai masuk dalam simulasi lembaga survei lantaran keduanya seorang profesional. Selain itu, mereka dianggap mampu memaksimalkan media sosial sebagai alat kampanye jelang Pilpres 2024 mendatang," kata Verdy.

Menurut Verdy, setidaknya ada lima hal yang membuat nama Ganjar Pranowo dan Erick Thohir potensial dipasangkan sebagai capres dan cawapres 2024.

Pertama, elektabilitas Ganjar terus menguat dan cenderung menempati posisi teratas di berbagai survei opini publik. Sementara Erick Thohir juga mempunyai kans maju mewakili kalangan pengusaha dan tokoh pemimpin muda.

Kedua, menempatkan Ganjar dan Erick sebagai paket melanjutkan kepemimpinan pemerintahan saat ini adalah strategi soft landing Presiden Jokowi.

Mengingat Ganjar sebagai representasi kepala daerah dan kader PDI Perjuangan, sementara Erick pernah mempunyai track record sebagai ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf. Artinya, dengan mengombinasikan Ganjar-Erick adalah pilihan strategis jika yang diinginkan adalah upaya melanjutkan program-program pemerintahan saat ini.

Ketiga, sinyalemen Presiden Jokowi di acara Rakernas Projo dapat menjadi lampu hijau terhadap Ganjar Pranowo. Dengan mendukung Ganjar naik ke RI 1, dapat berpotensi menyiapkan panggung politik bagi Gibran maju ke gubernur Jawa Tengah.

Keempat, gerakan Erick Thohir yang cukup masif menjangkau publik berpeluang mengoptimalkan keterpilihannya pada basis pemilih pemula. Selain itu, posisi sebagai Menteri BUMN dapat menjadi center of attention untuk mengerek pemulihan ekonomi pascapandemi.

Kelima, jika dalam kalkulasi identitas politik, Ganjar mewakili sisi nasionalis (kader parpol nasionalis), sementara Erick diproyeksikan merepresentasikan sisi religius (anggota kehormatan Banser NU) dan basis Muhammadiyah juga tak resisten. 

Berarti, jika Ganjar dan Erick dipasangkan dinilai memenuhi koalisi nasionalis-religius.

"Meski demikian, menurut hemat kami, jika kedua figur tersebut ingin dipasangkan secara ideal, Ganjar perlu menuntaskan dukungan di internal partainya untuk mendapat rekomendasi elite politik, sementara Erick perlu mempertegas keterwakilan NU-nya agar mendapat restu ulama/kiai," kata Verdy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler