Jerman Cabut Jaminan Investasi Perusahaan yang Berbisnis di Xinjiang

Perusahaan yang berbisnis di Xinjiang tak akan dapat skema jaminan investasi Jerman.

ANTARA/M. Irfan Ilmie
Wisatawan asing berpose di depan lapak pedagang penutup kepala yang terbuat dari bulu binatang di Kota Tua Kashgar, wilayah selatan Daerah Otonomi Xinjiang, China, Senin (19/4/2021). Jerman memutuskan tidak lagi memberikan jaminan investasi untuk proyek-proyek di Republik Rakyat China yang beroperasi di Daerah Otonomi Xinjiang atau memelihara hubungan bisnis dengan entitas yang beroperasi di sana
Rep: Kamran Dikarma Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pemerintah Jerman akan mencabut skema jaminan investasi bagi perusahaan-perusahaan yang hendak menanamkan modal atau berbisnis di Provinsi Xinjiang, China. Hal itu terkait dengan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sistematis yang dilakukan Beijing di wilayah tersebut.

"Pemerintah Jerman telah memutuskan untuk tidak lagi memberikan jaminan investasi untuk proyek-proyek di Republik Rakyat China yang beroperasi di Daerah Otonomi Xinjiang atau memelihara hubungan bisnis dengan entitas yang beroperasi di sana," kata seorang juru bicara Kementerian Ekonomi Jerman, Jumat (27/5), dikutip laman Politico.

Pernyataan tersebut muncul di tengah laporan bahwa perusahaan mobil terkemuka Jerman, Volkswagen, gagal mendapatkan dukungan untuk investasi tambahan di Xinjiang. Volkswagen memang sudah menjalankan pabrik di Xinjiang dan mempekerjakan sekitar 600 orang di sana. Operasi bisnis Volkswagen telah menuai kritik dari sejumlah kelompok HAM.

Baca Juga


Selain Volkswagen, perusahaan Jerman lainnya seperti Adidas, Puma, BMW, Bosch, Siemens, dan BASF juga memiliki hubungan dengan Xinjiang. Pada Senin (23/5/2022) lalu, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet memulai kunjungannya selama enam hari ke China. Xinjiang menjadi salah satu wilayah yang disambangi olehnya.

Bachelet dilaporkan akan merilis keterangan tentang kunjungannya ke Xinjiang akhir pekan ini. Pada Februari lalu, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi mengatakan, China mengizinkan dan mempersilakan Bachelet mengunjungi negara tersebut. Namun dia memperingatkan, jika ada hal yang ingin diselidiki, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan.

"(China) menolak semua jenis bias, prasangka, dan tuduhan yang tidak beralasan," ujar Wang pada 19 Februari lalu.

China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun, Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana.

Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler