Ekonom: Jaga Stabilitas Harga Pupuk demi Redam Gejolak Inflasi Pangan
Kenaikan harga pangan dunia seperti gandum tak perlu dikhawatirkan berlebih.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gejolak harga pangan menjadi pemicu utama dalam pergerakan inflasi beberapa bulan terakhir. Pemerintah diminta menjaga stabilitas harga pupuk karena menjadi penentu harga komoditas pangan yang dihasilkan dalam negeri.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan, gejolak harga pangan dunia tidak diketahui hingga kapan akan berlanjut. Namun di sisi lain, kenaikan harga pangan dunia seperti gandum tak perlu dikhawatirkan berlebih.
Pasalnya, makanan olahan gandum di Indonesia lebih dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas. Lagi pula, Indonesia memiliki banyak subsitusi pangan pokok.
Rusli pun menilai, langkah antisipasi yang perlu dipersiapkan Indonesia adalah menjaga sumber pangan pokok yang bisa diproduksi, terutama beras."Justru yang perlu dikhawatirkan adalah kenaikan harga bahan baku pupuk karena dampaknya bisa membuat harga pangan domestik naik," kata Rusli kepada Republika.co.id, Kamis (2/6/2022).
Pupuk yang dipersiapkan tahun ini akan digunakan sebagai bekal produksi tahun depan. Sementara itu, negara-negara produsen pupuk seperti China tengah melakukan restriksi ekspor bahan baku pupuk.
Situasi itu, menurut Rusli, membahayakan stabilitas harga beras yang menjadi pangan pokok utama. Meskipun, kata dia, sejak 2019 lalu tidak terdapat gejolak terhadap harga beras di dalam negeri.
"Saya kira tahun 2022 ini harus benar-benar waspada gejolak harga pupuk ini. Kita tidak tahu sampai kapan situasi ini akan berlangsung," kata Rusli.
Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan, pemerintah akan menambah subsidi dan kompensasi harga energi untuk menahan laju inflasi pangan yang terjadi. "Selain itu juga menjaga kelancaran distribusi pangan," ujar dia.
Laju inflasi harga pangan bergejolak atau volatile foods menjadi yang tertinggi sepanjang Mei 2022 dibandingkan inflasi harga diatur pemerintah (administered prices) maupun inflasi inti. Inflasi volatile foods sepanjang bulan lalu tercatat mencapai 0,94 persen dan memberikan andil terhadap keseluruhan inflasi sebesar 0,16 persen.
"Komoditas yang paling memberikan andil paling besar adalah telur ayam ras, bawang merah, dan daging sapi," kata Margo dalam konferensi pers.
Khusus pada komoditas telur ayam ras pada bulan Mei lalu menyumbang inflasi sebesar 0,05 persen di tingkat konsumen maupun di level perdagangan besar atau produsen.
Margo menjelaskan, kenaikan telur ayam ras berkaitan erat dengan naiknya harga pakan ayam ras. Sebab, pakan unggas juga menggunakan bahan baku impor, seperti gandum yang tengah mengalami kenaikan harga dunia.
Tak hanya telur ayam ras, produk seperti tepung terigu dan mie kering instan yang menggunakan gandum juga telah mengalami kenaikan inflasi masing-masing 0,01 persen. Namun, inflasi yang dirasakan masih berada di level produsen dan belum sampai kepada konsumen.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) pun mencatat hingga Kamis (2/6/2022), telur ayam ras segar terus mengalami kenaikan. Tercatat mencapai Rp 28.900 per kg rata-rata nasional. Harga itu mengalami kenaikan 0,87 persen dari hari sebelumnya.