Kesempatan Kedua Leeds United dan Jesse Marsch
Kesempatan kedua Jesse Marsch ini boleh dibilang ujian sesungguhnya.
Oleh : Agung Sasongko, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Banyak kata-kata bijak terkait kesempatan kedua bertebaran di dunia maya. Rata-rata kata-kata bijak itu menyiratkan pesan "Anda harus bekerja keras berkali-kali lipat lagi" dan "Ini kesempatan terakhir Anda ambilah atau tidak sama sekali,". Kira-kira begitu.
Saya kira ini, sangat cocok dialamatkan kepada pasukan Jesse Marsch yang belum lama ini merayakan keberhasilan lolos dari jurang degradasi Liga Primer Inggris. Leeds United lolos usai mengalahkan Brentford dengan susah payah. Perlu dicatat, Brentford pada laga itu kehilangan dua pemain, pertama karena kebodohan Sergi Canos. Kedua, salah seorang pemainnya cedera sementara tiga opsi pergantian pemain sudah dilakukan. Jadi, terlihat jelas betapa buruknya performa Leeds musim ini.
Leeds selamat berkat gol Jack Harrison dipenghujung laga, pada saat bersamaan, Burnley gagal mencetak gol balasan sehingga terpaksa angkat koper dari Liga Primer. Burnley kalah dari Newcastle United di kandang. Kekalahan itu sekaligus mengakhiri cerita indah Burnley di di Liga Primer.
“Burnley out, Burnley out, Burnley out,”teriak fans Leeds mengetahui klub kesayanganya masih diberikan kesempatan kedua.
Kesempatan kedua inilah, yang akan menjadi tantangan terberat Marsch di Elland Road. Marsch sadar hanya ada satu yang masih dia pegang dalam tim yakni ruang ganti yang kondusif. Sisanya, kualitas tim rata-rata kelas medioker yang kudu ekstra kerja keras menghadapi musim ketiga Liga Primer. Mari kita bedah.
Dari sisi penjaga gawang, ini merupakan investasi paling berhasil Leeds sepeninggal Marcelo Bielsa. Didatangkan dari di Lorient, 20 juta pounds, Meslier tampil menawan dengan catatan angka penyelamatan terbaik di Liga Primer. Meski, Leeds klub kedua paling banyak kebobolan di Liga Primer. Dengan usia masih 21 tahun, Meslier tak lama lagi memasuki usia emas pesepakbola yang tentunya momentum ini harus dimanfaatkan The Peacoks.
Di lini belakang, merupakan sisi paling buruk dari performa Leeds musim lalu. Peralihan dari Marcelo Bielsa dan Jesse Marsch ini belum juga menyembuhkan bobroknya lini belakang The Whites. Terbiasa pola tiga bek dengan pola pressing ketat, lalu berubah dengan pola empat bek dengan men behind the ball, jelas bukan hal yang mudah. Sinyalnya sangat jelas. Kedodoran menghadapi set pieces lawan.
Sektor paling lemah pertahanan Leeds berada pada sisi kiri, tepatnya pos yang diisi Junior Firpo. Rating pemain ini buruk sekali. Tidak memiliki kecepatan, lambat bertahan, dan kalah dalam adu sprint. Gol Brentford yang membuat fans Leeds deg-degan adalah melalui skema serangan balik yang menghantam wilayah Firpo.
Bagaimana dengan pemain lainnya?Tidak lebih baik juga. Hanya Luke Ayling yang tampil konsisten mengawal sisi kanan Leeds. Sisanya, keluar masuk ruang parawatan.
Di lini tengah, juga mencerminkan betapa bolongnya lemahnya kreasi serangan Leeds. Perubahan peran Mateuszh Klich dan cederannya Kalvin Phillips sangat berpengaruh. Celakanya, ketergantungan kepada Raphinha begitu besar. Lawan cukup mematikan aliran bola ke Raphinha, kasus selesai. Alur serangan Leeds pun mangkrak. Nasib yang sama juga dialami Jack Harrison.
Lanjut ke lini depan. Cederanya Patrik Bamford sangat berasa dalam performa daya gedor Leeds. Dan James, yang didaulat menjadi nomor 9, tidak bisa berbuat banyak karena minimnya kreatifitas Rapinha dan Jack Harrison. Joe Gelhart juga belum bisa diandalkan, karena masih butuh jam terbang untuk mengasah insting nomor 10. Sementara, Rodrigo Morino tak juga menemukan penampilan terbaiknya seperti masih membela Valencia.
Karena itu, kesempatan kedua Jesse Marsch ini boleh dibilang ujian sesungguhnya. Salah investasi dalam pembelian pemain dan optimalisasi skuad lama akan sangat mungkin membuat petualangan Leeds di Liga Primer akan berakhir lebih cepat. Leeds bukanlah klub sekaya Chelsea, Manchester City, apalagi Newcastle United.
Optimalkan skuad muda merupakan langkah strategis mengingat harga pemain tak lagi seperti era Mark Viduka. Pemain bintang kelas medioker saja kini harganya 20 juta pound. Sejatinya, kesempatan kedua sebelumya Leeds sudah dijalankan dengan baik. Leeds tidak lagi jorjoran beli dan menggaji pemain. Tidak seperti di masa lalu, yang memaksa mereka harus menjual banyak pemain karena gagal membayar utang.
Target menjulang yang kemudian jadi bumerang. Piala tak dapat hanya kenangan pahit yang datang. Tidak perlu menjadi Manchester City apalagi Newcastle United yang mendadak kaya, cukup jadi Leeds yang bermain kasar dan menang. Saya rasa itu sudah cukup bagi fans The Whites.