Wabah PMK, Wagub Jateng Jelaskan Kondisi Hewan Kurban yang Sah
Provinsi Jateng merupakan salah satu daerah penyedia hewan ternak terbesar.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Masyarakat yang telah membeli hewan kurban jauh hari sebelum Idul Qurban diimbau agar selalu memantau kesehatan hewannya. Hal ini untuk memastikan hewan kurban tetap terjaga kesehatannya hingga saatnya dipotong.
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen mengatakan, sebagian masyarakat ada yang membeli hewan kurban jauh hari sebelum Idul Qurban. Salah satu pertimbangannya agar mereka bisa mendapat harga yang lebih terjangkau.
Terkait dengan penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) maka kesehatan hewan kurban perlu mendapatkan perhatian. "Yang perlu kita antisipasi adalah kesehatannya," kata Wagub, Taj Yasin usai Rapat Paripurna di Gedung Berlian, Rabu (8/6/2022)
Pemerintah Provinsi (pemprov) Jawa Tengah, jelasnya, sekarang terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran PMK. Antara lain dengan membentuk tim unit reaksi cepat yang bertugas melakukan penyekatan lalu lintas hewan di perbatasan.
Termasuk menyiagakan pos pantau, dan menerapkan pola isolasi dan penyembuhan (treatment) ketika menjumpai hewan ternak yang terkena PMK. Karena itu, masyarakat diminta tidak panik apabila terdapat hewan ternaknya terjangkit PMK.
Karena penyakit yang menyerang mulut dan bagian kuku pada hewan ternak berkuku belah ini dapat diobati. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Dinas Pertanian juga sudah melakukan antisipasi.
Karena Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah penyedia hewan ternak terbesar di Indonesia. "Artinya kita siapkan berbagai langkah dalam rangka menghadapi permintaan hewan ternak pada momentum Idul Adha kali ini," jelasnya.
Taj Yasin menambahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa terkait hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah PMK. Dalam fatwa nomor 32 tahun 2022 itu, terdapat tiga hukum terhadap PMK, yakni sah, tidak sah dan tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban.
Dalam fatwa itu disebutkan bahwa hewan yang terkena PMK bergejala klinis ringan, tetap sah menjadi hewan kurban. Kategori gejala klinis ringan adalah lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluarga air liur lebih dari biasanya.
"Alhamdulillah dari MUI juga sudah memberikan fatwa bahwa hewan qurban yang sudah memenuhi 4 syarat dari syariat itu dibeli tetapi ketika nanti di bulan Dzulhijjah sampai hari tasyrik ketiga ada mengalami sakit, terjangkit penyakit PMK akan kita lihat dulu," katanya.
Kalau memang sapi atau kambingnya itu masih dalam kategori gejala ringan, masih diperbolehkan untuk dipotong sebagai hewan kurban. Sementara untuk hewan kurban dengan kategori tidak sah adalah hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat.
Ciri- cirinya lepuh pada kuku sampai lepas, pincang, tidak bisa berjalan dan hewan sangat kurus. "Demikian pula hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat tapi sembuh di rentang waktu diperbolehkan berkurban, yakni 10 hingga 13 Dzulhijjah, maka hewan tersebut bisa dipotong dan dagingnya dianggap sedekah, tidak lagi menjadi hewan kurban," kata Taj Yasin.