Gizi Buruk Intai Somalia, Ratusan Anak Meninggal

UNICEF memperingatkan sebuah ledakan kematian anak akan datang ke Tanduk Afrika

Zerihun Sewunet/UNICEF via AP
Seorang bayi dengan gizi buruk menerima perawatan di pusat stabilisasi yang didukung UNICEF di Rumah Sakit Gode di Zona Shabelle, wilayah Somalia, Ethiopia, Selasa, 12 April 2022. Kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Martin Griffiths mengatakan hampir 2 juta anak-anak terancam kelaparan sampai meninggal dunia.
Rep: Fergi Nadira B Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU -- Bencana kekeringan telah merenggut nyawa anak-anak di wilayah Tandik Afrika termasuk di Somalia. Tidak ada ibu yang harus kehilangan anaknya. Owliyo Hassan Salaad, seorang ibu di Somalia telah menyaksikan empat orang anaknya meninggal dunia tahun ini karena gizi buruk.

Dengan pasrah, ia kini menggendong putranya Ali Osman (3 tahun) yang terbujur lemah dan selalu rewel. Ia menempuh perjalanan 90 kilometer dari desanya ke ibu kota Somali untuk pengobatan anaknya berharap anaknya tidak meninggal.

Duduk di lantai pusat perawatan malnutrisi yang dipenuhi ibu-ibu yang cemas, ia hampir tidak bisa berbicara tentang jasad-jasad mungil yang terkubur di tanah yang terlalu kering untuk dikubur. Kematian anak-anak kekurangan gizi telah dimulai sejak kekeringan paling kering di kawasan itu dalam empat dekade.

Data yang sebelumnya tidak dilaporkan menunjukkan setidaknya 448 kematian tahun ini di pusat perawatan malnutrisi di Somalia saja. Pihak berwenang di Somalia, Etiopia, dan Kenya kini beralih ke tugas berat untuk mencoba mencegah kelaparan.

Lebih banyak lagi orang yang meninggal tanpa diketahui pihak berwenang, seperti empat anak Salaad, semuanya berusia di bawah 10 tahun. Beberapa meninggal di komunitas pastoral terpencil. Beberapa mati di perjalanannya untuk mencari bantuan. Beberapa meninggal bahkan setelah mencapai kamp pengungsian karena kekurangan gizi.

"Pasti ribuan telah tewas," kata koordinator kemanusiaan PBB untuk Somalia, Adam Abdelmoula. Data untuk mendukung itu belum diterbitkan.

Nestapa Warga di Tanduk Adrika
Kekeringan datang dan pergi di Tanduk Afrika, namun kali ini tidak seperti sebelum-sebelumnya. Bantuan kemanusiaan telah dilemahkan oleh krisis global seperti pandemi Covid-19 hingga perang Rusia di Ukraina.

Harga bahan pokok seperti gandum dan minyak goreng naik dengan cepat, di beberapa tempat lebih dari 100 persen. Jutaan ternak yang menyediakan susu, daging, dan kekayaan bagi keluarga telah mati. Bahkan makanan terapeutik untuk mengobati orang lapar seperti putra Salaad menjadi lebih mahal bahkan di beberapa tempat mungkin habis.

Untuk pertama kalinya musim hujan kelima berturut-turut diperkirakan tidak terjadi. UNICEF memperingatkan sebuah "ledakan kematian anak" akan datang ke Tanduk Afrika jika dunia hanya berfokus pada perang di Ukraina dan tidak bertindak sekarang.

Kelaparan bahkan mengancam ibu kota Somalia saat kamp-kamp pengungsian di pinggiran Mogadishu membengkak dengan para pendatang baru yang kelelahan. Salaad dan putranya diusir dari rumah sakit yang penuh sesak setelah tiba seminggu yang lalu.

Mereka malah dikirim ke pusat perawatan untuk orang-orang yang sangat kekurangan gizi di mana kamar-kamarnya penuh, tempat tidur tambahan telah diisi juga, namun beberapa orang harus tidur di lantai. Para ibu mengernyit, dan bayi meratap, saat tubuh kecil dengan luka dan tulang rusuk yang menonjol diperiksa dengan lembut untuk mencari tanda-tanda pemulihan.

"Puskesmas kewalahan,” kata dr Mustaf Yusuf, dokter di sana. Penerimaan lebih dari dua kali lipat pada Mei menjadi 122 pasien.

Sedikitnya 30 orang tewas tahun ini hingga April di pusat tersebut dan enam fasilitas lain yang dijalankan oleh Action Against Hunger, sebuah kelompol kemanusiaan. Angka ini melihat tingkat penerimaan tertinggi ke pusat-pusat perawatan kelaparan sejak mulai bekerja di Somalia pada 1992. Jumlah anak-anak yang kekurangan gizi parah naik 55 persen dari tahun lalu.

Secara lebih luas, menurut data yang dikumpulkan oleh kelompok kemanusiaan dan otoritas lokal, setidaknya 448 orang meninggal tahun ini di pusat perawatan malnutrisi rawat jalan dan rawat inap di seluruh Somalia hingga April. Pekerja kemanusiaan juga memperingatkan bahwa data tersebut tidak lengkap dan jumlah korban tewas secara keseluruhan akibat kekeringan tetap sulit dipahami.

"Kami tahu dari pengalaman bahwa kematian meningkat tiba-tiba ketika semua kondisi sudah ada – pengungsian, wabah penyakit, kekurangan gizi – yang semuanya saat ini kita lihat di Somalia,” kata kepala nutrisi UNICEF Somalia, Biram Ndiaye.



Survei kematian yang dilakukan di beberapa bagian Somalia pada Desember tahun lalu dan pada April dan Mei tahun ini oleh Unit Analisis Ketahanan Pangan dan Gizi PBB menunjukkan kemerosotan yang parah dan cepat dalam jangka waktu yang sangat singkat. Yang paling mengkhawatirkan adalah wilayah Teluk di selatan, di mana kematian orang dewasa hampir tiga kali lipat, kematian anak lebih dari dua kali lipat dan tingkat kekurangan gizi yang paling parah tiga kali lipat.

Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan mencatat kematian dan kekurangan gizi akut telah mencapai tingkat yang sangat tinggi di sebagian besar Somalia selatan dan tengah. Penerimaan anak-anak yang kekurangan gizi akut di bawah 5 tahun telah meningkat lebih dari 40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Salah satu komplikasi penting dalam menghitung kematian adalah kelompok ekstremis al-Shabab, yang menguasai sebagian besar Somalia selatan dan tengah adalah penghalang untuk memberikan bantuan. Tanggapan kerasnya terhadap kelaparan yang didorong oleh kekeringan di Somalia dari 2010-12 merupakan faktor dalam lebih dari seperempat juta kematian, setengah dari mereka adalah anak-anak.

Faktor lainnya adalah respon masyarakat internasional yang lambat. "Sebuah drama tanpa saksi,” kata koordinator kemanusiaan PBB untuk Somalia saat itu.

Kini alarm berbunyi lagi. Lebih dari 200 ribu orang di Somalia menghadapi bencana kelaparan. Angka ini adalah peningkatan drastis dari perkiraan 81 ribu pada bulan April.

Ini dilporkan dalam sebuah pernyataan bersama oleh badan-badan PBB pada Senin pekan ini yang mencatat bahwa rencana respon kemanusiaan untuk tahun ini hanya 18 persen didanai.

Somalia tidak sendirian. Di daerah yang terkena dampak kekeringan di Ethiopia, jumlah anak yang dirawat karena kekurangan gizi yang paling parah melonjak 27 persen pada kuartal pertama tahun ini dibandingkan tahun lalu, menurut UNICEF. Peningkatannya mencapai 71 persen di Kenya, di mana Doctors Without Borders melaporkan setidaknya 11 kematian dalam program pengobatan malnutrisi di satu daerah awal tahun ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler