Laporan: Youtuber Nasionalis India Targetkan Muslim dan Wanita
India memiliki lebih dari 450 juta pengguna YouTube.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Laporan dari NYU Stern Centre for Business and Human Rights menyebut para pemengaruh (influencer) yang mendukung partai nasionalis Hindu yang berkuasa di India mengunggah video di akun YouTube untuk menyebarkan teori konspirasi dan konten kebencian terhadap Muslim. India merupakan pasar terbesar untuk platform Youtube berdasarkan basis pengguna.
India memiliki lebih dari 450 juta pengguna YouTube, hampir dua kali lipat ukuran basis platform AS. Video-video yang dibuat influencer tersebut berisi unggahan tentang teori konspirasi Muslim menyebarkan Covid sebagai bentuk “jihad” atau perang suci.
Hal ini tertuang dalam laporan NYU Stern Center berjudul Platform 'Dipersenjatai': Bagaimana YouTube Menyebarkan Konten Berbahaya – Dan Apa yang Dapat Dilakukan Tentang Ini. Laporan tersebut juga mengutip contoh persaingan antara pedagang kaki lima yang bersaing menjadi kekerasan setelah kampanye video YouTube yang memilih Muslim serta retorika anti-Muslim yang sering bercampur dengan serangan online terhadap wanita.
“Serentetan kata-kata kasar misoginis oleh influencer YouTube India yang nasionalis telah membuat makian seperti itu populer di platform. Cacian, banyak di antaranya termasuk ancaman fisik, sering disampaikan sebagai video selfie,” kata laporan itu dilansir dari South China Morning Post, Rabu (15/6/2022).
NYU Stern Center for Business and Human Rights meminta agar Alphabet Inc. dapat melihat rekomendasinya guna meningkatkan moderasi konten dan mengungkapkan informasi tentang bagaimana algoritme merekomendasikan dan menghapus konten. Seorang juru bicara YouTube mengatakan rekomendasi yang dirinci oleh laporan itu adalah prioritas untuk platform, meskipun transparansi algoritmik yang lebih besar membuat lebih sulit untuk melindungi sistemnya.
“Kami bekerja untuk memberikan wawasan berkelanjutan tentang cara kerja rekomendasi, melalui posting blog, video, wawancara, dan lainnya,” kata juru bicara itu.
Hingga kini Partai Bharatiya Janata pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi dan Kementerian Dalam Negeri India belum memberikan komentar perihal video yang menyudutkan muslim yang dibuat influenser tersebut. Dengan lebih dari 1,3 miliar orang dan penggunaan internet yang terus meningkat, India merupakan yurisdiksi penting dan menguntungkan bagi perusahaan media sosial.
Namun, dukungan populer untuk agenda nasionalis Hindu dari BJP Modi menempatkan perusahaan teknologi besar di tempat ketika harus menyeimbangkan kebebasan berbicara dengan pembatasan konten kebencian. Laporan itu juga mencatat bahwa perpecahan agama di India sudah terjadi sejak lama, bahkan sebelum YouTube muncul. Kemudian setelah munculnya media sosial, semakin memperparah permusuhan antarumat beragama khususnya minoritas muslim.
Laporan itu muncul di tengah kontroversi yang sedang berlangsung di India setelah dua mantan pejabat BJP membuat pernyataan yang menghina Nabi Muhammad di saluran berita dan media sosial, menyeret New Delhi ke dalam perselisihan diplomatik dengan beberapa mitra dagang Timur Tengah. Hal ini juga menyebabkan bentrokan agama sporadis di beberapa bagian India.
Polisi telah menangkap seorang YouTuber dari wilayah utara Kashmir yang rawan pemberontakan karena diduga mengunggah video yang menunjukkan pemenggalan kepala salah satu pejabat yang diskors, media lokal melaporkan, yang mencerminkan tantangan untuk membatasi pesan kebencian di platform tersebut.
Berbicara di Forum Ekonomi Dunia di Davos bulan lalu, Chief Executive Officer YouTube Susan Wojcicki mengatakan platform tersebut menghadapi ujian dalam menjaga agar orang-orang dapat membuat informasi yang salah dan memastikannya memahami apa adanya. Dia mengatakan YouTube hanya melewatkan sekitar 10 hingga 12 video yang melanggar konten per 100 ribu tampilan video di platform, mengutip penelitian terbaru perusahaan.