Youth20 Hasilkan Dokumen “Pesan Manokwari” dalam Pra-KTT Ke-4

Y20 mendorong pemerataan sistem pendidikan secara menyeluruh.

Y20-indonesia.org
Logo Youth 20 Indonesia 2022 (Y20)
Rep: Novita Intan Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Forum pemuda negara-negara anggota G-20 atau Youth 20 (Y20) telah menyelesaikan Pra-KTT Ke-4 di Manokwari, Papua Barat, pada Ahad (19/6/2022). Pra-KTT Y20 Ke-4 menghasilkan Pesan Manokwari, sebuah dokumen yang berisi pesan moral terkait keberagaman dan inklusi pemuda. 


 

Sebanyak 24 pesan moral tercantum dalam Pesan Manokwari. Poin-poin ini dikelompokkan dalam lima subtema, yaitu pendidikan inklusif, ekonomi kreatif, budaya dan toleransi, kepemimpinan pemuda dan keterlibatan masyarakat, serta teknologi dan akses digital.

 

Terkait sektor pendidikan inklusif, misalnya, Pesan Manokwari mendorong pemerataan secara menyeluruh dalam sistem pendidikan bagi semua. “Dokumen ini juga menekankan pentingnya menjamin prasarana dan sarana yang memadai bagi penyandang disabilitas dan mereka yang tinggal di daerah tertinggal,” demikian siaran pers Y20 Indonesia seperti dikutip pada Selasa (21/6).

 

Sedangkan terkait ekonomi kreatif, pemerintah, sektor swasta, dan komunitas setempat (masyarakat adat) dinilai perlu bekerja sama untuk mendukung bisnis anak muda khususnya yang berskala kecil dan menengah.

 

Pesan Manokwari juga mendorong penerapan nilai luhur, kegiatan-kegiatan kepemudaan yang berkaitan dengan pelestarian budaya. Lewat Pesan Manokwari, Y20 turut mendorong peningkatan kesadaran anak muda tentang pentingnya partisipasi dan literasi politik. “Serta memastikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi kepemimpinan di kelompok rentan lewat capacity building di lembaga formal maupun informal.”

 

Dokumen tersebut juga menekankan perlu dibentuknya pengajaran sukarela peer-to-peer literasi digital dasar yang bisa diakses dengan mudah dan terjangkau. 

 

Pra-KTT Y20 Ke-4 turut diisi dengan talk show tentang anak muda dan sektor ekonomi kreatif. Saat ini, banyak anak muda yang berkecimpung sektor ekonomi kreatif dan beberapa di antaranya terlibat dalam usaha sosial kreatif. 

 

Menurut Head of Arts and Creative Industries of British Council Indonesia, Camelia Harahap, usaha sosial kreatif turut membantu mewujudkan inklusi, khususnya berkaitan dengan penciptaan pekerjaan yang layak bagi semua.

 

“Usaha sosial-kreatif menciptakan pekerjaan untuk anak muda, perempuan, dan penyandang disabilitas lebih cepat dari sektor lainnya. Banyak usaha sosial-kreatif di Indonesia yang dipimpin oleh anak muda cenderung fokus mewujudkan SDGs, khususnya SDGs ke-8 yakni menciptakan pekerjaan yang layak,” ujarnya.

 

Dissa Ahdanisa selaku pendiri Fingertalk menjelaskan, ada 11 juta penyandang disabilitas di Indonesia. Sebanyak 1,5 juta di antaranya merupakan anak muda kurang mampu dengan akses terbatas terhadap pendidikan formal dan peluang kerja. 

 

Minimnya lapangan kerja bagi penyandang disabilitas mendorong Dissa untuk mendirikan Fingertalk, sebuah kafe yang khusus mempekerjakan individu tunarungu. Di kafe ini, pelanggan memesan makanan dan minuman dengan bahasa isyarat.

 

"Tak kenal, maka tak sayang. Kita harus saling mengenal agar bisa melewati persepsi dan prasangka yang dimiliki,” ucapnya.

 

Sementara itu, Pichit Virankabutra selaku Deputy Director Thailand Creative Economy Agency menjelaskan pengembangan ekonomi kreatif meliputi tiga pilar, yakni talenta kreatif, bisnis kreatif, serta kawasan kreatif. Berbicara tentang pengembangan talenta kreatif, Thailand memiliki layanan inkubasi bisnis kreatif yang juga terhubung dengan lembaga pendidikan.

 

“Jadi, ini akan langsung mengarahkan para siswa yang sedang mempelajari desain agar terhubung dengan sumber daya, program peningkatan kapasitas, dan lainnya,” ucap Pichit.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler