Pekerja Migran Mogok Bayar Iuran BPJS karena Klaim Sakit Hanya Bisa di Indonesia
BP2MI berharap ketentuan klaim BPJS Ketenagakerjaan berubah menjadi lebih luas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru memperpanjang kontrak di luar negeri, enggan melanjutkan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, mereka merasa dirugikan lantaran tak bisa mengklaim biaya pengobatan di negara penempatan.
Benny menjelaskan, asuransi BPJS Ketenagakerjaan hanya menanggung biaya pengobatan apabila PMI sakit akibat kecelakaan kerja dan mendapatkan penanganan di fasilitas kesehatan di Indonesia. Alhasil, banyak PMI yang komplain kepada BP2MI terkait hal ini.
"Bahkan, mereka mengatakan kepada saya, mereka yang memperpanjang kontrak di luar negeri itu tidak mau lagi membayar BPJS Ketenagakerjaan," kata Benny saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Para PMI itu, kata Benny, merasa dirugikan dengan ketentuan klaim harus di dalam negeri ini. Sebab, mereka hampir sepanjang tahun mereka di negara penempatan.
Jika para PMI itu harus pulang ke Indonesia untuk mendapatkan klaim, tentu akan butuh biaya transportasi. "Menurut mereka tiket pulang pergi ke Indonesia lebih besar dibanding klaim biaya pengobatan dari BPJS Ketenagakerjaan," kata Benny.
Benny menambahkan, ketentuan BPJS Ketenagakerjaan ini pada akhirnya membuat klaim PMI selalu kecil. Berdasarkan jumlah klaim, tercatat hanya 766 PMI yang mengajukan klaim sejak Juli 2017 hingga April 2022. Padahal, PMI resmi jumlahnya mencapai 4,4 juta orang.
Sedangkan berdasarkan total besaran klaim, tercatat senilai Rp 27 miliar pada periode yang sama. Padahal, kata Benny, total iuran PMI mencapai Rp 283 miliar. "Rasio klaim PMI dibanding total iuran hanya 9,51 persen. Ini sangat kecil," ujarnya.
Benny mengaku telah menyampaikan persoalan ini kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Ia berharap agar Ida mengubah ketentuan klaim BPJS Ketenagakerjaan itu menjadi lebih luas.
"Kami bersyukur Ibu Menteri merespons kondisi ini. Tentu akan dilakukan perubahan atas peraturan menteri, yang Insya Allah isinya sesuai harapan PMI," kata Benny.
Sementara itu, PMI menyumbang devisa untuk negara sebesar Rp 127 triliun pada 2021. Pandemi Covid-19 membuat jumlahnya menurun jika dibanding tahun sebelumnya.
Benny menjelaskan, pada tahun 2019, PMI menyumbang devisa sebesar Rp 159,6 triliun. Lalu turun menjadi 130,2 triliun pada 2020.
Kemudian turun lagi menjadi 127,4 trilin pada 2021. Adapun tahun ini per April, tercatat PMI sudah menyumbang devisa sebesar Rp 34,1 triliun.
"Penurunan devisa dari PMI terjadi karena pandemi Covid-19," kata Benny.
PMI menyumbang pemasukan devisa dalam bentuk remitansi ke Indonesia. Remitansi adalah layanan jasa pengiriman uang yang dilakukan oleh pekerja asing ke negara asalnya.
Benny mengatakan, sumbangan devisa Rp 100 triliun lebih itu berasal dari 9 juta PMI yang tersebar di puluhan negara. Sebanyak 4.467.510 orang di antaranya merupakan PMI yang tercatat dalam data BP2MI alias resmi dan sisanya tak tercatat.