Sri Lanka Berjuang Cari Pemasok BBM
Sri Lanka sedang berjuang mengamankan pasokan bahan bakar minyak
REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO – Menteri Energi Sri Lanka Kanchana Wijesekera mengatakan, negaranya sedang berjuang mengamankan pasokan bahan bakar minyak (BBM). Saat ini negara yang sudah terpuruk akibat krisis tersebut hanya memiliki 15 ribu ton bensin dan solar untuk menjaga layanan penting tetap berjalan dalam beberapa hari mendatang.
“Kami berjuang untuk menemukan pemasok (BBM). Mereka enggan menerima surat kredit dari bank kami. Ada lebih dari 700 juta dolar AS dalam pembayaran yang sudah jatuh tempo, sehingga sekarang pemasok menginginkan pembayaran di muka,” kata Wijesekera kepada awak media, dikutip laman CNN, Senin (27/6).
Dia mengungkapkan, selama dua bulan terakhir, Sri Lanka menerima suplai BBM lewat jalur kredit India senilai 500 juta dolar AS. Pasokan itu telah habis pada pertengahan bulan ini. "Kami memiliki sekitar 9.000 metrik ton solar dan 6.000 metrik ton bensin yang tersisa. Kami melakukan segala yang kami bisa untuk mendapatkan stok baru, tetapi kami tidak tahu kapan itu akan terjadi,” ucapnya.
Sri Lanka sudah memutuskan menaikkan harga BBM sebesar 12-22 persen pada Ahad (26/6) dini hari lalu. Kenaikan harga pada Mei telah mendorong inflasi di negara tersebut ke 45,3 persen atau tertinggi sejak 2015. Meskipun pasokan menipis dan harga telah naik, warga tetap mengantre di pom-pom bensin. Antrean mengular hingga berkilo-kilometer.
Menurut Wijesekera, tak mungkin warga bisa memperoleh BBM. Sebab stok yang tersisa akan digunakan untuk keperluan transportasi umum, pembangkit listrik, dan layanan medis.
Pekan lalu, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe telah menyampaikan bahwa perekonomian negaranya telah sepenuhnya kolaps. Menurutnya, situasi yang dihadapi negaranya lebih serius dari sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik, dan makanan. “Ekonomi kami benar-benar runtuh,” ujarnya, Rabu (22/6), dikutip laman ABC News.
Dia mengatakan, saat ini Sri Lanka tidak bisa lagi mengimpor BBM, bahkan jika dibayar tunai. Hal itu karena perusahaan minyak negara tersebut memiliki utang yang membengkak. Menurut Wickremesinghe, pemerintah kehilangan kesempatan untuk mengubah keadaan. “Kami sekarang melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah,” ucap tokoh yang turut merangkap jabatan sebagai menteri keuangan tersebut.
Pada April lalu, Sri Lanka telah memutuskan menangguhkan pembayaran utang luar negerinya. Secara total negara tersebut memiliki utang 25 miliar dolar AS.