Studi Ungkap Covid-19 Bisa Tingkatkan Risiko Alzheimer, Parkinson, dan Strok
Peneliti ungkap kaitan antara Covid-19 dengan risiko Alzheimer, Parkinson, dan strok.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi baru di Denmark menemukan pasien rawat jalan Covid-19 memiliki risiko lebih tinggi didiagnosis dengan Parkinson, Alzheimer, strok, dan pendarahan otak jika dibandingkan dengan pasien negatif Covid-19. Namun, menurut sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di Frontiers in Neurology pada Juni tersebut, sebagian besar gangguan neurologis tidak lebih sering terjadi setelah Covid-19 daripada setelah infeksi pernapasan lainnya.
"Lebih dari dua tahun setelah dimulainya pandemi Covid 19, sifat dan evolusi yang tepat dari efek Covid-19 pada gangguan neurologis tetap tidak tercirikan," ujar penulis utama Dr Pardis Zarifkar, anggota Departemen Neurologi di Rigshospitalet Hospital, Kopenhagen, Denmark, seperti dilansir laman Fox News, Selasa (28/6/2022).
Penelitian sebelumnya telah menetapkan hubungan Covid-19 dengan sindrom neurologis. Akan tetapi, sampai sekarang tidak diketahui apakah infeksi SARS-CoV-2 juga memengaruhi kejadian penyakit saraf tertentu dan apakah itu berbeda dari infeksi pernapasan lainnya.
Studi yang belum lama ini dipresentasikan di Kongres Akademi Neurologi Eropa ke-8, melibatkan 43.375 orang yang dinyatakan positif Covid-19 dan 876.356 orang dinyatakan negatif. Totalnya 919.731 peserta.
Studi ini menggunakan catatan kesehatan elektronik yang mencakup sekitar 50 persen populasi Denmark, yang diperkirakan memiliki populasi tiga juta orang. Studi tersebut menganalisis mereka yang dites positif Covid-19 dan pneumonia bakteri di fasilitas berbasis rumah sakit antara Februari 2020 hingga November 2021.
Selain itu, studi juga meninjau pasien influenza dari periode pra pandemi antara Februari 2018 hingga November 2019. Dari 43.375 pasien positif Covid-19, 35.362 pasien rawat jalan, dan 8.013 dirawat di rumah sakit.
Para peneliti menemukan pasien rawat jalan yang dites positif Covid-19 memiliki risiko 3,5 kali didiagnosis penyakit Alzheimer, 2,6 kali peningkatan risiko penyakit Parkinson, dan 2,7 kali peningkatan risiko strok iskemik. Mereka juga 4,8 kali mengalami peningkatan risiko perdarahan intraserebral, yakni pendarahan di otak.
Namun, ketika para peneliti membandingkan risiko relatif gangguan neurologis dengan penyakit pernapasan lainnya, seperti influenza, peningkatan risiko sebagian besar penyakit neurologis tidak lebih tinggi pada pasien positif Covid-19 dibandingkan dengan mereka yang didiagnosis dengan penyakit pernapasan lainnya. Para peneliti menemukan risiko strok iskemik meningkat di antara pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit jika dibandingkan dengan pasien rawat inap dengan influenza.
Penelitian ini terbatas karena tidak memperhitungkan variabel pengganggu potensial seperti sosial ekonomi, gaya hidup, komorbiditas yang sudah ada sebelumnya dan lama rawat inap. Meskipun mencakup populasi yang besar, penelitian ini hanya dapat meninjau sebagian dari jumlah absolut individu yang diuji di negara tersebut.
Hal ini karena yang digunakan untuk menganalisis penelitian tersebut hanya tes Covid-19 yang dilakukan di fasilitas rumah sakit yang terdaftar dalam sistem catatan kesehatan elektronik Denmark.
"Sementara risiko strok iskemik meningkat dengan Covid-19 dibandingkan dengan influenza, yang meyakinkan, sebagian besar gangguan neurologis tampaknya tidak lebih sering terjadi setelah Covid-19 daripada setelah influenza atau pneumonia bakteri yang didapat dari komunitas," ujar peneliti.
Studi tersebut mengungkap, frekuensi multiple sclerosis, myasthenia gravis, sindrom Guillain-Barré, dan narkolepsi tidak berbeda setelah Covid 19, influenza, dan pneumonia bakteri. Zarifkar mengatakan temuan tersebut akan membantu menginformasikan pemahaman tentang efek jangka panjang Covid-19 pada tubuh dan peran infeksi dalam penyakit neurodegeneratif dan strok.