Musik Melawan Pembatasan Beragama di Kashmir India

Musik menjadi penyambung di tengah pembatasan berbicara di Kashmir.

AP Photo/Dar Yasin
Sarfaraz Javid, seorang musisi dan penyanyi Kashmir berlatih menyanyi bersama dengan sesama anggota bandnya selama sesi jamming di pinggiran Srinagar, Kashmir India, 17 Juni 2022.
Rep: Dwina Agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Sarfaraz Javaid memukul dadanya secara berirama dalam video musik, bergoyang mengikuti alunan gitar, dan membiarkan suaranya yang serak terdengar di hutan. "Jelaga macam apa yang menyelimuti langit? Itu telah mengubah duniaku menjadi gelap. Mengapa rumah itu dipercayakan kepada orang asing?”

Baca Juga


"Khuaftan Baange" dalam bahasa Kashmir yang berarti "panggilan shalat malam" terdengar seperti nyanyian rintihan bagi Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim. Wilayah Himalaya ini sangat indah tetapi menjadi rumah bagi konflik teritorial selama beberapa dekade.

Tentara yang membawa senjata dan tindakan keras terhadap penduduk menjadi pemandangan biasa. Nadanya sedih tetapi mewah dalam simbolisme liris yang diilhami oleh nilai tasawuf. Berwujud Marsiya atau syair puisi yang menjadi ratapan bagi para syuhada Muslim.

"Saya hanya mengekspresikan diri dan berteriak, tetapi ketika harmoni ditambahkan, itu menjadi sebuah lagu," kata seorang penyair seperti ayah dan kakeknya.

Javaid adalah salah satu seniman di Kashmir yang disengketakan, karena terbagi antara India dan Pakistan dan diklaim keduanya sejak 1947. Dia membawakan musik yang membentuk tradisi musik baru yang memadukan rock Sufi progresif dengan hip-hop dalam ekspresi aspirasi politik yang tegas. Mereka menyebutnya conscious music atau musik yang tercipta dengan niat menghasilkan hal positif dengan terhubung dengan orang lain.

Gerakan musik yang dibawa Javaid memadukan unsur-unsur Islam dan puisi spiritual yang dicampur dengan metafora agama untuk menghindari tindakan pembatasan berbicara di Kashmir yang dikuasai India. Dia juga berusaha menjembatani ketegangan antara tradisi Muslim dan modernisme di wilayah yang dalam banyak hal masih melekat pada masa lalu yang konservatif.

“Yang (simbolisme agama) lakukan adalah terus-menerus mengetuk pintu, baik dalam bentuk pengingat atau memori masa lalu,” kata komposer Zeeshan Nabi di pinggiran kota Srinagar.

 

Nabi menyatakan optimisme bahwa tekanan itu bersifat sementara. "Untuk berapa lama Anda bisa menahan cengkeraman? Penindas dapat menindas sampai sekitar waktu tertentu.”

Sedangkan Arif Farooq artis hip-hop yang menggunakan nama panggung Qafilah menyatakan, simbolisme agama adalah perangkat kreatif untuk mencerminkan rasa sakit Kashmir dan menghindari pengawasan negara."Anda ingin mencuri, tetapi Anda tidak ingin ditangkap," katanya.

Kashmir memiliki tradisi puisi lisan yang berusia berabad-abad yang sangat dipengaruhi oleh Islam. Syair-syair mistis dan rhapsodik yang sering digunakan saat berdoa di masjid dan tempat suci.

Setelah pemberontakan melawan kekuasaan India pecah pada 1989, rendisi puitis tentang pembebasan dicurahkan dari pengeras suara masjid. Sedangkan elegi yang terinspirasi oleh peristiwa sejarah Islam dinyanyikan pada pemakaman pemberontak yang gugur.

Musisi Kashmir Sarfaraz Javid, kiri dan Mohsin Hassan Bhat berjalan di pantai sebuah pulau saat mereka tiba untuk sesi jamming di sebuah pulau di pinggiran Srinagar, Kashmir India, 17 Juni 2022. - (AP Photo/Dar Yasin)

Usai dua dekade pertempuran meninggalkan Kashmir dan rakyatnya terluka, demonstrasi massa tak bersenjata mengguncang wilayah itu pada 2008-2010. Sekitar waktu itu Kashmir juga menyaksikan munculnya musik protes dalam bahasa Inggris hip-hop dan rap, lagu baru perlawanan.

Penyanyi-penulis lagu Roushan Illahi atau dikenal dengan MC Kash adalah pionir genre tersebut. Dia membuat musik yang marah dengan membuat seruan bagi kaum muda untuk menggunakan sajak dan ketukan yang tajam dalam menantang kedaulatan India atas wilayah.

Tapi, lagu-lagu Kash hampir mendekati hasutan, karena mempertanyakan klaim India atas wilayah yang bergolak itu ilegal. India telah secara tegas membatasi kebebasan berekspresi mengenai masalah di Kashmir, termasuk beberapa pembatasan terhadap media, perbedaan pendapat, dan praktik keagamaan.

Sering diinterogasi oleh polisi mendorong Kash ke titik hampir berhenti membuat musik. Beberapa rekan terus merekam dan melakukan kegiatan bermusik tetapi mulai memasukkan bahasa kode atau menjauh dari politik sama sekali. 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler