Aliran Dana ACT Capai Rp 1 Triliun Hingga Dugaan Mengalir ke Aksi Terorisme

PPATK menduga ada keuntungan yang diraup dari pengelolaan dana umat di ACT.

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Suasana kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sulsel di, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (6/7/2022). Pasca merebaknya isu dugaan penyalahgunaan dana donasi yang dikelola lembaga filantropi ACT tersebut berdampak pada penurunan donatur untuk berdonasi dan sumbangan hewan kurban yang menurun mencapai 40 persen serta aktivitas perkantoran terpantau sepi.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Haura Hafizhah, Antara

Terungkapnya gaji besar para petinggi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuat publik terkejut. Gaji Rp 250 juta sebulan bagi pucuk pimpinan ditambah sederet fasilitas mewah menjadi sumber keheranan masyarakat.

Kegaduhan dugaan penyelewengan donasi oleh ACT berujung pada pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga tersebut. Pemeriksaan terhadap ACT berlanjut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam penelusurannya PPATK menemukan angka perputaran uang di lembaga ACT mencapai Rp 1 triliun. Dana tersebut mencakup uang yang masuk dan keluar dari ACT selama kurun waktu setahun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, sudah melakukan kajian data sebelum melontarkan temuan tersebut. "Kami melihat terkait dana masuk dan keluar dari entitas tersebut (ACT) pada periode yang dikaji nilainya luar biasa besar sekitar 1 trilunan per tahun. Bisa dibayangkan itu memang banyak," kata Ivan dalam konferensi pers di kantor PPATK pada Rabu (6/7/2022).

PPATK lantas mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas kepemilikan yayasan ACT sekaligus pengelolaan pendananan. PPATK mengamati ternyata ada kegiatan usaha yang langsung dimiliki oleh pendiri ACT.

"Bahwa entitas yang kita lagi bicarakan beberapa kegiatan usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya. Ada beberapa PT di situ, dan dimiliki oleh pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu termasuk pengurus," ujar Ivan.

Kemudian, Ivan mengungkapkan ada transaksi dilakukan secara masif terkait dengan entitas yang dimiliki oleh pengurus ACT. Bahkan Ivan menduga ada keuntungan yang diraup dari pengelolaan dana umat di ACT.

"Kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari business to business (B to B) jadi tidak murni penerima, mengimpun dana, disalurkan. Tapi kemudian dikelola dulu dalam bisnis tertentu dan disitu ada keuntungan," ungkap Ivan.

Oleh karena itu, PPATK terus melakukan penelitian atas temuan itu. Sayangnya ia tak merinci tentang bisnis yang terafiliasi dengan pimpinan ACT itu.

"Sebagai contoh ada entitas perusahaan yang dalam waktu dua tahun itu melakukan transaksi dengan entitas ACT lebih dari Rp 30 miliar. Ternyata pemilik perusahaan terafiliasi dengan pengurus entitas yayasan," sebut Ivan.

Selain itu PATK menemukan pula transaksi keuangan ACT kepada seseorang yang diduga terkait dengan organisasi teroris Alqaidah. "Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu, ada yang terkait dengan pihak yang ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi, yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Alqaidah, penerimanya," kata Ivan.

Meski demikian Ivan mengatakan PPATK masih mempelajari apakah transaksi terhadap pihak yang diduga terkait Alqaidah tersebut adalah sebuah kebetulan. "Ini masih dalam kajian lanjut apa ini ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan," ujarnya.

Baca Juga


Baca juga : Izin Dicabut Kemensos, ACT Janji Tetap Salurkan Dana yang Terkumpul

Lebih lanjut Ivan mengatakan PPATK turut menemukan aliran dana tidak langsung yang penggunaannya diduga melanggar hukum, namun tidak menjelaskan lebih lanjut soal penggunaan dana tersebut. "Selain itu ada yang lain, secara tidak langsung terkait aktivitas yang memang patut diduga melanggar ketentuan perundang-undangan," kata Ivan.

PPATK menemukan pula beberapa individu di dalam yayasan ACT yang secara individual melakukan transaksi ke beberapa negara. Tujuan pengiriman dana tersebut saat ini masih diteliti lebih lanjut.

"Misalnya salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana ke periode 2018-2019 hampir senilai Rp 500 juta ke beberapa negara, seperti Turki, Kyrgyzstan, Bosnia, Albania dan India," ujarnya.

Termasuk temuan adanya karyawan ACT mengirimkan dana ke negara yang disebut PPATK berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme. Dengan rincian 17 kali transaksi dengan nilai total Rp 1,7 miliar.

Baca juga : PPATK Ungkap Dugaan Transaksi ACT Merembes ke Al Qaeda

Ivan menegaskan temuan tersebut telah disampaikan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. "Hasil analisis dan informasi sudah kita sampaikan ke aparat penegak hukum terkait, kemudian PPATK harus menghargai langkah penegak hukum dan kami siap terus membantu dan yang paling utama secara proporsional menangani kasus ini dari sisi PPATK dan berupaya melindungi kepentingan publik," tuturnya.








Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengusut tuntas kasus dugaan penyelewengan dana donasi oleh ACT. "Audit terhadap ACT otomatis akan dilakukan untuk menyelidiki kasus dugaan penyelewengan dana publik tersebut. Polri akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membuktikan dugaan penyelewengan dana publik. Lalu terkait (ACT) dibubarkan atau tidak, itu tergantung hasil penyelidikan dari Kepolisian,” katanya Rabu (6/7/2022).

Politikus Partai Gerindra itu memastikan, Komisi III DPR akan ikut mengawasi jalannya penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian dalam mengusut kasus tersebut. "Kami juga mengimbau masyarakat jangan berspekulasi terkait kasus ini, serahkan saja kepada aparat penegak hukum. Kami meminta aparat hukum untuk mengusut tuntas kasus ini," ujar dia.

Dasco menambahkan, pihaknya juga mendesak aparat penegak hukum menindak tegas dugaan penyelewengan dana umat yang dilakukan termasuk organisasi-organisasi sosial lainnya. "Tidak cuma ACT, kalau ada penyelewengan dana umat, tentu kami prihatin dan harus diusut tuntas. Karena masyarakat yang menyumbang itu berharap dana digunakan secara maksimal untuk kepentingan yang memerlukan," kata dia.

Kasus ACT dikatakan anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjadi penegas perlunya undang-undang tentang penggalangan dana publik. "Selama ini pengaturan terkait hal tersebut baru pengaturan administratif setingkat menteri, kalau tidak salah diatur oleh menteri sosial," ujar Arsul Sani.

Dia mengatakan bahwa setiap ada kejadian-kejadian yang katakanlah merugikan kepentingan publik dan sudah masuk ke dalam ranah pelanggaran hukum, maka harus ada proses hukum. Pertanyaannya apakah proses hukumnya administrasi atau administrasi dan pidana, maka yang harus menentukan adalah pihak berwenang.

Kalau melihat dalam kasus ACT misalnya, PPATK melakukan analisa. Arsul Sani yakin pasti PPATK kemudian menghasilkan laporan hasil analisa transaksi keuangan. Kemudian jika dalam laporan hasil analisa tersebut terdapat dugaan tindak pidana apapun, maka PPATK harus menyerahkannya kepada penegak hukum.

"Saya kira kita juga ke depannya agar yang namanya kegiatan amal filantropi justru harus kita dorong. Karena bermanfaat bagi masyarakat yang tidak mampu," ujar legislator tersebut. Namun, kata dia, jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan kegiatan filantropi untuk kepentingan memperkaya diri sendiri.

Pengamat politik Ujang Komarudin dari Universitas Al Azhar Indonesia mendukung perlunya undang-undang tentang penggalangan dana publik. "Ini menarik karena DPR merespons terhadap fenomena adanya dugaan penyelewengan dana oleh lembaga filantropi, salah satunya ACT," kata Ujang.

Dia melihat hal ini bagus, karena justru pemerintah dan DPR harus merespons hal tersebut sebagai bagian dari tugas mereka untuk menjaga dana publik. Usulan perlunya undang-undang tentang penggalangan dana publik penting, agar ke depannya tidak terulang kembali kejadian yang terjadi di ACT.

Hukum dan politik harus mengikuti perkembangan zaman, perkembangan yang terjadi saat ini adalah upaya bagaimana mencegah terjadinya penyelewengan dana publik di lembaga filantropi. Harus ada aturan dan sanksi yang jelas terkait dengan persoalan penggalangan dana publik, maka dari itu undang-undang tentang penggalangan dana publik menjadi penting.


Infografis Tantangan Lembaga Zakat - (Infografis Republika)




 





BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler