Pemilik KPR Syariah tidak Khawatir Suku Bunga BI Naik
Bank syariah memiliki nilai jual tinggi dalam memasarkan KPR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah memiliki kesempatan untuk menggenjot pembiayaan kepemilikan rumah pada semester II 2022 hingga tahun depan. Hal ini seiring dengan proyeksi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) karena ketidakstabilan ekonomi global akibat kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bank syariah lebih kompetitif dibanding bank konvensional dalam skenario tren kenaikan suku bunga acuan. Bank syariah memiliki nilai jual yang tinggi dalam memasarkan pembiayaan kepemilikan rumah di masa saat ini.
"Saat BI rate naik, bank konvensional akan dalam posisi mau tidak mau menaikan suku bunga KPR mengikuti pasar atau floating, sementara bank syariah sudah dalam posisi menjual pembiayaan dengan cicilan tetap, sehingga tidak ada kenaikan cicilan," katanya dalam keterangan pers, Selasa (12/7/2022).
Dari sudut pandang konsumen, kata Amin, cicilan tetap akan lebih menarik dibandingkan dengan produk bank konvensional dengan suku bunga tak tetap mengikuti suku bunga acuan. Terlebih kondisi perekonomian ke depan dibayangi ketidakpastian tinggi seiring dengan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
"Ada dua kesempatan di sini bagi bank syariah, ambil nasabah baru, atau ambil nasabah existing KPR bank konvensional," tambah Amin.
Untuk mengambil kesempatan tersebut, dibutuhkan keberanian dan perhitungan yang matang. Menurutnya, bank syariah perlu bermain lebih agresif dengan menyasar generasi milenial. Salah satu syaratnya adalah berani menawarkan tenor panjang seperti KPR milenial yang diberikan bank konvensional.
Ia juga menggarisbawahi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang sebelumnya menyinggung bahwa generasi milenial akan sulit membeli rumah dikarenakan lonjakan inflasi. Hal itu dapat menjadi peluang bagi bank syariah dalam peningkatan pangsa pasar KPR.
Menurutnya dua bank syariah terbesar saat ini di Indonesia, PT Bank Syariah Indonesia dan PT Bank Muamalat Tbk bisa ambil peran lebih. BSI adalah bank syariah terbesar dan Bank Muamalat disokong modal kuat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Kalau dua bank ini bergerak lebih agresif dengan meniru cara jualan bank konvensional, pangsa pasar KPR syariah akan naik signifikan," kata Amin.
Kesempatan bank syariah mencuri nasabah KPR juga didukung oleh Customer Sentiment Study H2 2021 yang dirilis oleh Rumah.com. Data menunjukan sebanyak 35 persen responden memilih bank syariah untuk membiayai kepemilikan rumah dan 29 persen lainnya memilih KPR bank konvensional.
Sisanya memilih angsuran langsung ke pengembang, tunai 16 persen, dan KPR non bank. Alasan paling banyak memilih KPR syariah adalah jumlah cicilan yang tetap dengan nilai sebesar 74 persen. Angka ini berada di atas persoalan keyakinan agama, yang tercatat 70 persen.
Pengamat Ekonomi Syariah IPB University, Irfan Syauqi Beik mengatakan untuk mendorong penetrasi pasar, bank syariah perlu meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah terkait program pengadaan rumah. Selain itu kerja sama dengan pengembang untuk mencari skema pembiayaan bagi calon nasabah juga perlu ditingkatkan.
"Sehingga harga jual rumah bisa dijaga pada level yang terjangkau oleh kelompok sasaran pembiayaan," katanya.
Hal ini diharapkan pula dapat menekan angka kekurangan hunian alias backlog. Mengutip data Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, jumlah backlog mencapai 12,7 juta unit rumah.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan, per Maret 2022, pembiayaan rumah dari bank syariah senilai Rp 103,24 triliun atau naik 11,99 persen (yoy). BSI menempati portofolio terbesar dengan total nilai Rp 41 triliun.
BSI juga menempati peringkat kelima di bisnis pembiayaan perumahan nasional setelah BTN dengan Rp 225 triliun, BCA Rp 98 triliun, BNI Rp 51 triliun, dan Mandiri Rp 47 triliun. Pada kuartal I 2022, BSI mencatat pertumbuhan pembiayaan rumah sebesar 8,44 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy), lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri KPR syariah yang sebesar satu persen (yoy).
Pada periode yang sama KPR bank nasional secara industri tumbuh 10,55 persen (yoy) menjadi Rp 556,09 triliun. Data industri mencatat pertumbuhan penyaluran KPR dalam tren positif seiring dengan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.