Antusiasme Perjuangan Jamaah Haji Nusantara di Masa Dulu
IHRAM.CO.ID,JAKARTA – Pengajar di Universitas Leiden Dr Surya Suryadi menceritakan tentang perjuangan jamaah haji zaman dulu. Dia mengatakan haji merupakan ritual keagamaan yang menjadi idaman kaum Muslim Melayu-Nusantara
“Gelar haji memberikan prestise tinggi kepada penyandangnya sehingga banyak orang yang bercita-cita naik haji,” kata Dr Surya dalam webinar Tanah Hejaz/Makkah dan Ibadah Haji dalam Manuskrip Nusantara yang disiarkan di akun ISTAC TV, Jumat (16/7/2022).
Surya menjelaskan mereka yang pergi ke tanah suci dan pulang, disambut dengan gembira serta penuh antusias dari keluarga dan masyarakat. Ini terlihat dalam sebuah dokumen visual pertama tentang perjalanan haji dari Nusantara ke Makkah yang berjudul The Great Mecca Feast (1928) oleh George E.A. Krugers.
Film tersebut mencakup perjalanan haji ke Makkah dan pulang ke Jawa, termasuk perjalanan laut di atas kapal SS Madioen. Film yang berdurasi 72 menit bisa ditonton secara daring di situs https://video.leidenuniv.nl/media/t/1_cws5db58.
Surya menjelaskan kala itu, jamaah nusantara yang naik haji menunjukkan sifat antusias yang dilihat dari segi kuantitas. “Meskipun kebanyakan Muslim Indonesia tidak mempunyai sarana hidup yang cukup untuk melaksanakan haji, seperti dari segi keuangan sedikit, tetapi mereka melakukan kewajiban ini dengan kegemaran tertentu dan semangat yang luar biasa,” ujar dia.
Ada salah satu jamaah yang terpelajar yang dipengaruhi oleh sistem pendidikan Barat. Dia bernama Baginda Dahlan Abdoellah yang naik haji dari Leiden, Belanda pada tahun 1920. Dia menulis catatan berjudul “Het Dagboek van een Mekka-ganger” dalam bahasa Belanda dalam surat kabar De Telegraaf.
Isi catatan perjalannya:
“Selama bertahun-tahun orang pribumi menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka yang sangat kecil supaya akhirnya mampu untuk melakukan perjalanan panjang yang diinginkan ke Tanah Suci. Orang lain bahkan menggadaikan harta milik mereka untuk itu dan tidak keberatan untuk mengambil (meminjam) wang dengan syarat yang paling memberatkan untuk (biaya) perjalanan mereka itu, walaupun hal seperti itu memang melawan hukum agama.”
Surya melanjutkan bagi mereka yang berasal dari ekonomi bawah, mereka menabungkan uangnya sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun untuk membiayai perjalanan ke Makkah. “Bahkan ada yang jalan kaki dari Madura ke Makkah. Sifat antusiasme dan kegemaran tinggi tampak di sini. Tidak sedikit pula yang mempunyai cukup uang pergi ke Makkah menempuh perjalanan bahaya untuk menjalani ibadah haji,” ucap dia.
Risiko lain jamaah haji saat itu adalah banyak yang terlantar di Saudi. Mereka tidak bisa pulang lantaran uangnya sudah habis. Belum lagi mereka yang ditipu oleh agen perjalanan. “Karena antusias tinggi, acap kali calon jamaah jadi korban penipuan agen-agen perjalanan. Ini berlaku sejak abad ke-17 bahkan hingga sekarang,” tambahnya.
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=_sudTT0lVG0&t=5611s