Candaan dan Gurauan Ahli Hadits dan Fikih, Seperti Apa?
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku “Semua Ada Saatnya” karya Syekh Mahmud Al-Misri yang diterjemahkan Ustaz Abdul Somad (UAS) dijelaskan bahwa para ulama mengakui bahwa jika manusia membutuhkan sedikit waktu luang untuk merasakan ketenangan, agar jiwanya dapat memulai kesungguhan dan tekadnya menuju lebih sempurna dan sesuai dengan tuntunan.
Karena itu, menurut Syekh al-Misri, tidak heran jika sudah menjadi kebiasaan para ahli hadits dalam penutup majelisnya mereka melakukan dikte tentang kisah-kisah unik yang berkaitan dengan sanad-sanad hadits.
Dalam Al-Jami’ li Aklaq Ar-Rawi wa Adab Al-Mustami, Al-Khatib Al-Baghdadi juga menulis satu bab berjudul, “Penutup Majelis dengan kisah-kisah, peristiwa-peristiwa unik dan berbagai kejadian.” Dalam bab ini, ahli hadits asal Baghdad ini mengutip atsar dari Ali,
“Tenangkanlah hati dan carikanlah jalan-jalan hikmah untuk hati.”
Salah satu ahli hadits yang juga dikenal dengan canda dan gurauannya adalah Amir bin Syurahbil Asy-Sya’bi. Sedangkan ahli fikih, Ibnul Jauziyah menyebutkan beberapa gurauannya dalam kitab Akhbar Azh-Zhurraf wa Al-Mutamajinin.
Demikian juga dengan Sulaiman Al-A’masy, seorang perawi hadis, ahli Alquran dan ulama yang tinggal di Kufah, Irak. Ibnu Khallikan berkata, “Sulaiman Al-A’masy seorang yang lembut dan bercanda.”
Canda dan gurauan memang dibolehkan dalam Islam. Kendati demikian, ada juga gurauan yang diharamkan. Menurut Syekh al-Mishri, jika gurauan tidak diletakkan pada tempatnya, maka pasti akan menyebabkan permusuhan. Jika manusia terus menerus melakukan itu dan bersikap berlebihan, maka pasti akan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi individu dan masyarakat secara bersamaan.
Menukil pernyataan Ibnu Hajar, “Gurauan yang dilarang, jika di dalamnya terdapat sikap berlebihan, atau dilakukan secara terus menerus. Karena dapat melalaikan dari zikir mengingat Allah dan memikirkan perkara-perkara penting dalam agama. Bahkan seringkali menyebabkan keras hati, menyakiti orang lain, dengki, tidak disegani dan tidak memiliki wibawa..”