Pakar Sebut Wabah Cacar Monyet Berpotensi Menyebar Luas

Wabah cacar monyet harus menjadi perhatian serius bagi dunia.

CDC via AP
Wabah cacar monyet harus menjadi perhatian serius bagi dunia.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan meningkatnya kasus cacar monyet, masyarakat diimbau untuk lebih aware akan wabah tersebut. Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) Dr Anthony Fauci menegaskan bahwa cacar monyet harus menjadi perhatian serius.

Baca Juga


“Kita belum tahu ruang lingkup dan potensinya, tetapi kita harus bertindak seolah-olah itu akan memiliki kemampuan untuk menyebar jauh lebih luas daripada yang menyebar sekarang," kata Fauci seperti dilansir dari People, Rabu (20/7/2022).

Mantan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Dr Scott Gottlieb, berkomentar tentang betapa seriusnya wabah cacar monyet. “Saya pikir jendela untuk mengontrol dan menahannya mungkin sudah ditutup. Jika belum ditutup, maka harus segera,” kata Gottlieb.

Merujuk data CDC, hingga Jumat lalu, jumlah kasus cacar monyet di AS mencapai 1.469, naik dari 929 kasus yang dikonfirmasi awal pekan ini. Ada 12.556 kasus secara global.

Sementara itu, Profesor epidemiologi UCLA Dr Anne Rimoin, yang menghabiskan dua dekade di Kongo mempelajari cacar monyet, kecewa karena pemimpin global baru bertindak saat cacar monyet menyebar ke negara-negara Barat. Padahal, penyakit ini telah lama eksis di Afrika.

"Virus ini telah menyebar di populasi yang terpinggirkan dan rentan [di Afrika] selama beberapa dekade, dan kita tidak melakukan apa pun untuk itu. Kami telah mengetahui bahwa cacar monyet adalah masalah potensial selama beberapa dekade," kata Rimoin.

Virus ini dinamai monkeypox karena pertama kali diidentifikasi pada tahun 1958 di koloni monyet. Kasus virus manusia pertama ditemukan pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo.

Penyakit ini sebagian besar menular melalui kontak kulit ke kulit. Cacar monyet pertama kali menyebabkan demam, sakit kepala, nyeri otot, kedinginan dan pembengkakan kelenjar getah bening, dan setelah satu sampai tiga hari pasien mengalami ruam yang menyebar ke seluruh tubuh dan berubah menjadi lesi berisi cairan. Virus langka dapat menyebar melalui tetesan pernapasan, tetapi kemungkinan besar menular dari menyentuh cairan tubuh atau ruam.

Bulan lalu, Department of Health and Human Services (HHS) mengumumkan vaksinasi sekarang akan tersedia bagi siapa saja yang diduga terpapar virus, selain individu dengan paparan yang diketahui yang sudah ditawari imunisasi.

Sekretaris HHS Xavier Becerra mengatakan departemen akan segera merilis 56 ribu dosis vaksin Jynneos, dengan 240 ribu dosis tambahan tersedia dalam beberapa minggu mendatang. Secara total, 1,6 juta dosis vaksin diharapkan pada akhir tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler