Mahkamah Agung Arab Saudi Buka Peluang Hukum Tersangka Insiden Crane Masjidil Haram
REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH — Putaran sidang pertama Mahkamah Agung Saudi telah membatalkan semua putusan dalam kasus insiden crane di Masjidil Haram 2015. Mahkamah Agung memerintahkan agar dilakukan pengadilan ulang.
Insiden itu terjadi pada 11 Desember sebelum musim haji. Sebuah derek yang terlibat dalam proyek perluasan Masjidil Haram runtuh dan mengakibatkan 110 kematian dan 209 luka-luka, dengan Masjidil Haram juga mengalami kerusakan.
Mahkamah Agung memerintahkan agar putaran peradilan baru mempertimbangkan kembali kasus tersebut. Para terdakwa, Pengadilan Tinggi dan otoritas yang berwenang telah diberitahu tentang keputusan tersebut.
Langkah itu termasuk pembalikan putusan bebas sebelumnya yang dikeluarkan pengadilan sirkuit kriminal di Pengadilan Banding setahun yang lalu. Kasus ini akan dipindahkan ke putaran peradilan baru untuk ditinjau oleh satu grup hakim baru.
Penasihat hukum Dr Mohammed bin Abdulaziz Al-Mahmoud mengatakan bahwa keputusan tersebut menegaskan independensi peradilan dan pengawasan oleh otoritas peradilan yang lebih tinggi yang diwakili di Mahkamah Agung.
“Kewenangan itu bukan pengadilan ajudikasi dalam litigasi melainkan badan pengaduan terhadap pengadilan yang mengeluarkan putusan yang disengketakan,” kata Al-Mahmoud dilansir dari Arab News, Selasa (26/7/2022).
“Ini mempertimbangkan keputusan dalam hal penerapan dan interpretasi yang benar dari aturan hukum dan peraturan, serta dalam hal prosedur yang diikuti dalam persidangan,” sambungnya.
Dia mengatakan bahwa Mahkamah Agung mencatat kesalahan dalam penalaran putusan dan kurangnya penalaran yang komprehensif, sesuai dengan teks Pasal 181 KUHAP, serta kurangnya penyelidikan terhadap mereka yang dituduh lalai. “Mereka harus dimintai pertanggungjawaban jika bertanggung jawab sesuai dengan Pasal 19 KUHAP,” katanya.
Setelah insiden itu, Raja Salman memerintahkan pencairan juta riyal atau 266.666 dolar AS (Rp 4 miliar) untuk setiap keluarga yang meninggal dan 500 ribu riyal (Rp 2 miliar) untuk orang yang terluka parah.
Namun, ganti rugi itu tidak menghalangi tuntutan yudisial atas hak pribadi, sebagaimana dinyatakan dalam perintah kerajaan yang dikeluarkan saat itu.
Sumber: arabnews