Doa Ibu Brigadir J Sebelum Pembongkaran Makam Dimulai
Organ Brigadir J yang tidak bisa diperiksa di Jambi akan dibawa ke Jakarta.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Bambang Noroyono
Makam Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat yang tewas akibat diduga baku tembak di rumah dinas Irjen Pol Fredy Sambo pada 8 Juli lalu mulai dibongkar kembali. Pembongkaran makam atau ekshumasi guna kepentingan autopsi ulang atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus yang sebenarnya.
Pantauan dari lokasi Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sungai Bahar Unit 1 Kabupaten Muaro Jambi, Rabu (27/7/2022), pada pukul 06.50 WIB sebelum dibongkar makamnya keluarga tampak berdoa lebih dahulu. Doa yang dipimpin seorang pendeta itu dihadiri langsung oleh pihak keluarga almarhum yang disebut dengan Brigadir J, terutama kedua orang tua, adik, kakak dan keluarga besar lainnya.
Tim pengacara di antaranya Kamaruddin Simanjuntak juga turut hadir. Pada doa keluarga itu sebelum dibongkarnya makam Brigadir J, dikawal ketat oleh petugas kepolisian yang berjaga di sekitar makam yang sudah diberikan garis polisi.
Rohani Simanjutak perwakilan dari keluarga almarhum Brigadir J sebelum menggelar doa bersama mengatakan kepada awak media di lokasi pemakaman agar proses autopsi ulang bisa berjalan lancar dan bisa mengungkap semua penyebab kematian korban. Ibu almarhum, Rosti Simanjuntak usai berdoa tampak histeris menangis. Dia minta keadilan bisa ditegakkan dan pengungkapannya transparan.
Tim pengacara keluarga Brigadir J, Jhonson Panjaitan, mengatakan nantinya beberapa bagian dari organ tubuh almarhum yang dicurigai akibat penganiayaan akan diperiksa dan dibawa ke Jakarta. "Untuk beberapa organ tubuh dari Brigadir Yoshua akan dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan karena di Jambi tidak bisa dilakukan," kata Jhonson Panjaitan.
Hasil dari pembicaraan yang disampaikan tim forensik Mabes Polri dengan tim independen serta pihak perwakilan keluarga, untuk memastikan apa penyebab kematian Brigadir J maka akan diambil organ tubuh yang dicurigai. Organ tersebut lalu diperiksa di Jakarta bukan di Jambi.
Kemudian, dalam melalukan autopsi ulang nanti akan melibatkan banyak pihak diantaranya dari TNI, perguruan tinggi dan dokter perwakilan keluarga yang ditunjuk. "Hal ini kami lakukan agar hasil pemeriksaan otopsi ulang akan transparan sehingga bisa terungkap kasus ini dengan sebenarnya apa penyebab kematiannya," kata Jhonson.
Pada pelaksanaan autopsi ulang nanti kesepakatan bersama dengan tim Mabes Polri bahwa pihak keluarga juga akan diperbolehkan untuk melihat langsung mulai dari penggalian kuburan hingga pelaksanaannya. "Untuk sementara ini kesepakatannya kami masih diperbolehkan untuk melihat langsung pelaksanaan autopsi ulang almarhum Brigadir Yoshua," kata Jhonson Panjaitan.
Setelah pembongkaran makam yang dijadwalkan pada pukul 07.00 WIB, peti jenazah Brigadir J akan dibawa ke Rumah Sakit Umum Sungai Bahar yang berjarak dua kilometer dari lokasi makam. Tubuh jenazah di sana akan dilalukan autopsi ulang dan akhirnya dimakamkan lagi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga turut mengawal pembongkaran makam Brigadir J. Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, tim dari lembaga adhoc tersebut akan menjadikan hasil dari autopsi kedua sebagai informasi pembanding tambahan.
Tim Komnas HAM disebutnya berangkat ke Jambi sejak kemarin sore. Taufan mengatakan, Komnas HAM, juga memiliki tim khusus sendiri yang dapat ambil bagian dalam rangkaian ekshumasi.
“Kami sendiri, juga punya ahli-ahli untuk menilai sendiri seluruh hasil dari rangkaian ekshumasi ini,” terang Taufan menambahkan, Selasa (26/7/2022).
Taufan menerangkan, ekshumasi ini, sebetulnya proses tambahan dalam upaya bersama untuk pengungkapan fakta dan kebenaran kematian Brigadir J. Hasil autopsi pertama yang dilakukan oleh tim forensik Polri sudah ada di tangan para investigator Komnas HAM. Termasuk dikatakan dia, informasi dan keterangan dari keluarga atas kondisi jenazah dari Brigadir J.
Ekshumasi menjadi tambahan dan pelengkap dari bukti ilmiah untuk mengusut tuntas penyebab dan kematian Brigadir J. Autopsi ulang nantinya melibatkan tim forensik eksternal Polri dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI).
Salah satu ahli forensik yang dilibatkan juga dari institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tim forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dikabarkan ikut ambil bagian.
Founder KlinikDigital.org Devie Rahmawati mengajak masyarakat Indonesia, terutama warganet untuk mengawal kasus penembakan antaranggota kepolisian Brigadir J dengan Bharada E sesuai dengan data dan fakta dari penyelidikan menyeluruh. "Akan menjadi bijak bila kita semua mengawal terus kasus Brigadir J dengan pikiran terbuka dan memberikan kesempatan para ahli yang sesuai dengan kompetensinya untuk mengumpulkan data-data objektif," kata Devie dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Saat ini, kata dia, penyelidikan kasus Brigadir J terus berlangsung dengan mengumpulkan fakta dan data yang sebenarnya. Bahkan, pengumpulan fakta dan data ini juga melibatkan Komnas HAM sebagai pihak eksternal.
Menurut Devie, tidak semua informasi di media sosial menjadi berkah, justru sebagian menjadi bencana karena banyak prasangka. Berbagai prasangka yang menggiring opini publik, bagi Devie justru dapat memberikan dampak negatif bagi orang yang tidak bersalah dan mengaburkan kebenaran.
"Sering juga kita temui informasi yang tidak bermanfaat, bahkan opini tidak berimbang. Gulungan informasi viral menjadi alat untuk menjustifikasi justru mengaburkan kebenaran," ujarnya.
Pada hakikatnya, kata Devie, media sosial menciptakan ruang tanpa tuan dan tanpa batas yang memungkinkan setiap pengguna beraksi bebas. Apalagi, praktik anonimitas yang memungkinkan pengguna bersembunyi dalam identitas yang berbeda memampukan pengguna untuk menjustifikasi informasi sesuai dengan keinginannya.
"Dari beberapa kasus viral di media sosial, tak jarang tuduhan-tuduhan berujung kesalahan. Jari-jari netizen yang pada awal kasus viral pun tidak terkena pertanggungjawaban," ucapnya.
Di dunia digital, Devie mengatakan bahwa watak masyarakat Indonesia yang dahulu ramah, bahkan berubah menjadi marah dan dikenal sebagai masyarakat yang berang, bukan yang tenang. Menurut Devie, watak baru masyarakat Indonesia di ruang digital ini sering berhadapan dengan fenomena cancel culture.
"Aksi pemboikotan berbasis praduga tanpa data ini berujung menjadikan cancel culture sebagai cancer culture dalam masyarakat, yang bisa membunuh hidup dan penghidupan seseorang. Cancel culture adalah fenomena menafikan atau mengasingkan sosok, kelompok, atau produk tertentu," ucapnya.