Mengisi Ruang Gelap Haji Furoda
IHRAM.CO.ID,MADINAH — Fenomena jamaah haji yang mendaftar dengan visa non kuota khususnya mujamalah menjadi bahan evaluasi dari Kementerian Agama (Kemenag). Banyaknya jamaah yang menjadi korban akibat ketidakjelasan pengeluaran visa yang biasa disebut sebagai haji furoda membuat perlu adanya regulasi untuk melindungi jamaah tersebut.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Prof Hilman Latief menjelaskan, perlu ada transparansi untuk mengatur regulasi tentang visa mujamalah. “Banyak ruang gelap yang harus kita terangi. Termasuk tata kelola visa mujamalah,”ujar Hilman Latief setelah bersilaturahim dengan Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) di Madinah, Arab Saudi, Selasa (26/7/2022).
Menurut dia, tata kelola tersebut bisa diatur dalam Keputusan Menteri Agama (KMA). Dia berharap, adanya regulasi bisa memberikan perlindungan kepada jamaah dan penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Lewat regulasi tersebut, dia mengungkapkan, tidak semua perusahaan bisa memberangkatkan jamaah furoda. Menurut dia, jangan sampai jamaah furoda kembali menjadi korban akibat praktik oknum yang tidak bertanggung jawab seperti yang terjadi pada musim haji tahun ini.
“Kemarin akhirnya kan kita tidak bisa bantu katanya jamaah iya memang bajunya (travel) apa di sistem enggak ada namanya. Untuk membantu bagaimana akhirnya kan kita kerjasama dengan kedutaan dengan konjen agar tetap dilindungi sebagai warga Indonesia,”tegas dia.
Hilman berharap, Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) mau terbuka dan melaporkan jamaah haji furoda sesuai dengan ketentuan UU No.8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Tanpa laporan PIHK, Hilman mengaku tidak bisa mendapatkan akses profil jamaah di Arab Saudi sehingga sulit untuk memberikan perlindungan.
Pasal 18 beleid tersebut menjelaskan, visa haji mujamalah merupakan undangan dari Pemerintah Saudi.
Warga Indonesia yang mendapatkan visa tersebut wajib berangkat melalui PIHK. Sementara itu, PIHK pun wajib melapor kepada menteri. Bagi PIHK yang tidak melaporkan keberangkatan jamaah furoda akan dikenakan sanksi administratif secara berjenjang dari teguran lisan hingga pencabutan izin.
Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag Nur Arifin menjelaskan, banyak diantara jamaah furoda yang tidak bisa menunaikan ibadah haji selama di Armuzna. Berdasarkan sistem yang tercatat di PIHK, dia menjelaskan, ada 2078 jamaah furoda yang melapor hendak berangkat melalui visa mujamalah. Akan tetapi, menurut pantauan di lapangan, hanya ada 1.024 jamaah yang berada di Tanah Suci. “Itu berdasarkan sistem yang tercatat di kita,”jelas dia.
Wakil Ketua Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Prana Tandjudin menjelaskan, sejak 2015, visa mujamalah tidak diajukan melalui Kedutaan Besar Arab Saudi. Visa tersebut bisa didapatkan lewat sistem yang sudah terkomputerisasi dari Arab Saudi.
Sistem itu disebut Hajj of Courtessy. Prosesnya diajukan hingga MOFA lewat platform visa.mofa.gov.sa.
Menurut Prana, ada 252 jamaah dari Himpuh yang diberangkatkan sebagai jamaah furoda. Hanya saja, dia mengakui banyak hal di luar dugaan yang terjadi saat pemberangkatan jamaah akibat mepetnya waktu yang tersedia.
“Teman-teman PIHK ini diharapkan belajar untuk menangani jamaah furoda ini supaya betul akhirnya mendaftar dengan baik sehingga membuat jamaah enjoy,”ujar dia.
Jamaah furoda asal Jakarta Priantoro mengungkapkan, dia berangkat lewat visa mujamalah karena memang berniat untuk ibadah haji. Meski demikian, dia mengaku harus bersabar untuk bisa mendapatkan visa pada musim haji tahun ini. Priantoro pun akhirnya bisa mendapatkan visa dua hari sebelum berangkat. “Saya pasrah alhamdulillah tanggal 30 (Juni) berangkat,”jelas dia.
Priantoro meminta agar jamaah yang akan berangkat sebagai jamaah haji furoda terlebih dahulu mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai visa undangan tersebut. Meski tidak ada pelarangan untuk pemberangkatan jamaah furoda, dia menjelaskan, jamaah sebaiknya memastikan legalitas dari travel haji yang menawarkan visa furoda. Termasuk perihal harga apakah logis atau tidak.