Tingkatkan Produksi, Pemerintah Perluas Lahan Sorgum
pada 2023 dipersiapkan lahan sejumlah 115 ribu hektare lahan sorgum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mengembangkan tanaman sorgum sebagai salah satu tanaman substitusi dari komoditas pangan seperti gandum. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, luasan lahan yang akan digunakan untuk tanaman sorgum pun terus ditingkatkan.
Karena itu, dalam rapat terbatas di Istana sore ini, Presiden meminta Kementerian Perekonomian agar menyusun roadmap pengembangan sorgum hingga 2024 nanti.
“pada 2023 dipersiapkan lahan sejumlah 115 ribu hektare dan tahun 2024 sebesar 154 ribu hektare. Dan tentu luasan tersebut akan terus dipersiapkan oleh Kementan dan juga Kementerian LHK,” ujar Airlangga akhir pekan kemarin.
Realisasi pengembangan sorgum hingga Juni masih sekitar 4.355 hektare dan tersebar di enam provinsi dengan total produksi sebesar 15.243 ton atau dengan produktivitas 3,63 ton per hektare. Airlangga menyebut, target dari musim sasaran tanam pada 2022 mencapai 15 ribu hektare.
Namun demikian, Jokowi menginstruksikan agar pengembangan sorgum diprioritaskan untuk daerah NTB dan juga Kabupaten Waingapu, NTT.
“Dari segi sorgum sendiri harganya sekarang sekitar 3.500 dan dengan produksi sebesar 4 ton per hektare. Itu menghasilkan sekitar 12,5 juta, di mana biaya produksinya adalah 8,4 juta. Kalau dibuat menjadi biji kering sosoh itu 9,2 juta per hektare, harganya 15 ribu dan itu memberikan keuntungan sebesar 28 juta per panen,” jelas dia.
Selain itu, Jokowi juga mengarahkan agar pilot project pengembangan sorgum ini harus diintegrasikan dengan peternakan. Karena itu, ia meminta Kementerian Pertanian agar menyiapkan alat dan mesin pertanian serta ternak sehingga terbentuk ekosistem sorgum di Kabupaten Waingapu.
Sedangkan Kementerian BUMN dan ESDM diminta untuk menyiapkan pengembangan bioethanol dari batang pohon sorgum. Selain kementerian tersebut, Presiden juga menginstruksikan Kementerian PUPR untuk membangun irigasi atau embung agar kebutuhan air dapat terpenuhi di kluster pertama pilot project pengembangan di NTB. Sedangkan BRIN diminta agar terus mengembangkan fasilitas sorgum.
“Dan dalam kluster pertama tersebut, diharapkan dalam 100 hari ini bisa dievaluasi dalam 100 hari karena tanaman ini adalah tanaman yang sifatnya 3 bulanan. Dan memang kita akan memperluas wilayah di Waingapu,” ujar dia.
Airlangga mengatakan, pengembangan sorgum saat ini penting dilakukan mengingat kebutuhan pangan yang semakin tinggi dan adanya larangan ekspor gandum dari 9 negara, seperti Kazakhstan, Kirgistan, India, Afghanistan, Algeria, Kosovo, Serbia, dan Ukraina.
“Dengan demikian, tentu kita harus mengembangkan tanaman pengganti ataupun substitusi dari gandum. Indonesia tentu punya beberapa alternatif selain sorgum, itu bisa juga dari tanaman sagu dan singkong,” kata Airlangga.