Siapakah Jihad Islam Palestina yang Meski Kecil, Tetapi Ditakuti Israel dan AS?
Serangan Israel ke Gaza menargetkan anggota dan elite Jihad Islam Palestina
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Israel telah berulang kali melancarkan serangan udara di Jalur Gaza, yang menewaskan sedikitnya 15 orang termasuk seorang komandan gerakan Jihad Islam Palestina pada Jumat (5/8/2022).
Setelah membom Gaza, Perdana Menteri Israel Yair Lapid menggambarkan, Jihad Islam Palestina (PIJ) sebagai "proksi Iran yang ingin menghancurkan negara Israel".
Meskipun tidak memiliki roket jarak jauh seperti Hamas, PIJ mempunyai gudang senjata kecil, mortir, roket, dan rudal anti-tank yang signifikan. Termasuk sayap bersenjata aktif yang disebut Brigade al-Quds.
“Jihad Islam dikenal menentang proses perdamaian dan pendekatan negosiasi dengan Israel. Ini mengadopsi perjuangan bersenjata melawan pendudukan Israel. Jihad Islam adalah sekutu yang sangat dekat dengan Iran. Karena hubungannya dengan Iran, kami melihat ini menjadi salah satu penyebab serangan Israel,” kata Ibrahim Fraihat dari Institut Doha, dilansir Aljazirah, Ahad (7/8/2022).
Jihad Islam Palestina didirikan pada 1981 oleh mahasiswa Palestina di Mesir, dengan tujuan mendirikan negara Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat, Gaza, dan daerah lain yang sekarang disebut sebagai negara Israel.
Baca juga: Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya
Jumlah anggota Jihad Islam lebih kecil dari dua faksi utama Palestina di Jalur Gaza, termasuk kelompok Hamas.
“Meskipun kelompok kecil, Jihad Islam sangat efisien dan terorganisasi. Ada tatanan yang kuat di dalam kelompok itu sendiri. Meskipun ukurannya kecil, mereka telah berpartisipasi dalam semua konfrontasi dengan Israel," ujar Fraihat.
Jihad Islam Palestina telah menjadi kekuatan pendorong dalam konfrontasi dengan pasukan Israel. Serangan udara pada Jumat menewaskan Taysir al-Jabari, seorang tokoh senior dan komandan wilayah utara Jihad Islam.
Jumlah anggota PIJ sulit dipastikan. Menurut World Factbook CIA, 2021 lalu jumlah anggota Jihad Islam sekitar lebih dari 1.000 pejuang.
Barat memasukkan Hamas dan PIJ dalam daftar organisasi teroris. Keduanya mendapatkan dana dan senjata dari Iran. Pemimpin PIJ, Ziad al-Nakhalah bertemu dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Jumat ketika terjadi serangan.
Lain halnya dengan Hamas, PIJ menolak untuk mengikuti pemilu. Jihad Islam tidak memiliki ambisi untuk membentuk pemerintahan di Gaza atau Tepi Barat Iran memasok Jihad Islam dengan pelatihan, keahlian, dan uang. Tetapi sebagian besar senjata kelompok itu diproduksi secara lokal.
Jihad Islam berbasis di Gaza. Namun kelompok itu juga memiliki kepemimpinan di Lebanon dan Suriah. Komandan Jihad Islam yang terbunuh oleh pasukan Israel, al-Jabari, menggantikan Bahaa Abu el-Atta yang juga terbunuh oleh pasukan Israel dalam serangan pada 2019.
Pembunuhan El-Atta adalah pembunuhan profil tinggi pertama terhadap tokoh Jihad Islam oleh pasukan Israel sejak perang 2014 di Jalur Gaza.
Al-Jabari adalah anggota “dewan militer” Jihad Islam. Dia bertanggung jawab atas kegiatan Jihad Islam di Kota Gaza dan Jalur Gaza utara selama pertempuran 11 hari di Gaza tahun lalu, yang menewaskan 260 warga Gaza dan 13 warga Israel.
Baca juga: Jawaban Prof Jimly Ini Perkuat Argumentasi Mengapa Hukum Islam Harus Didukung Negara
Jihad Islam mempertahankan kehadiran yang signifikan di Kota Jenin Tepi Barat. Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz mengancam akan menargetkan para pemimpin Jihad Islam yang tinggal di luar negeri.
“Di Tepi Barat ada kehadirannya, saya katakan mirip dengan Gaza. Tapi ini bukan tentang ukuran, ini tentang kekuatan, efisiensi, dan kemampuan untuk terlibat secara militer dalam konfrontasi dengan Israel. Dan untuk alasan itu, Israel berusaha menangkap para pemimpinnya di Tepi Barat dan menahan setiap tindakan yang mungkin meningkatkan Jihad Islam,” kata Fraihat.
Pemimpin Jihad Islam, Ziad al-Nakhalah telah menjanjikan serangan balas dendam terhadap Israel atas pemboman yang mematikan. Dia mengatakan, Jihad Islam akan menargetkan Tel Aviv dan kota-kota lain. Serangkaian ledakan terdengar dan terlihat pada Sabtu (6/8/2022) malam di Tel Aviv.
“Musuh Zionis memulai agresi ini. Tidak akan ada gencatan senjata setelah pemboman ini. Tidak ada garis merah dalam pertempuran ini. Tel Aviv juga akan menjadi salah satu target rudal perlawanan seperti semua kota Zionis," kata al-Nakhalah.