Kenali Bentuk-bentuk Pelecehan di Dunia Maya

Jangan sembarangan mengunggah atau menyebarkan foto atau video anak di media sosial.

network /Vidita
.
Rep: Vidita Red: Partner
Stockvault/Mohammed Hassan

Kekerasan dan pelecehan seksual di era digital kian marak terjadi. Mirisnya, hal tersebut banyak menyasar korban anak-anak, remaja dan perempuan.


Selain tindakan hukum yang tegas bagi pelaku, upaya pencegahan juga penting dilakukan melalui pemahaman etika digital. Relawan Mafindo Bogor, Ahmad Ubaedillah menjelaskan, fenomena pelecehan seksual ibarat angin. "Situasi ini ada dan nyata serta dapat dirasakan namun sulit untuk mengetahui bentuknya karena pemahaman setiap orang terhadap tindakan tersebut berbeda-beda," ujarnya dalam webinar bertema “Waspada Pelecehan Seksual di Era Digital!”, Jumat (5/8), di Makassar, Sulawesi Selatan yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.

Menurutnya, salah satu bentuk kejahatan siber atau cyber crime yang banyak menimpa anak dan remaja di Indonesia, yakni cyber sexual harassment atau pelecehan seksual di era digital. Ahmad menjabarkan, pelecehan dapat terjadi melalui media seperti ruang obrolan, situs jejaring sosial oleh individu atau kelompok untuk menyakiti orang lain. “Tindakan ini biasanya menargetkan perempuan sebagai korban utama,” lanjutnya.

Dia pun membeberkan beberapa bentuk pelecehan seksual, antara lain sexting yaitu pengiriman gambar atau video pornografi kepada korban, cyber harassment yakni penggunaan teknologi untuk menghubungi, melecehkan, mengganggu, mengancam, atau menakut-nakuti korban, hingga cyber stalking atau penggunaan teknologi untuk menguntit dan mengawasi tindakan atau perilaku korban yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau pengusutan korban.

Untuk menekan kasus pelecehan seksual di era digital, Ahmad mengingatkan pentingnya memahami netiket atau tata krama dalam menggunakan internet. Contohnya, tidak sembarangan mengunggah atau menyebarkan foto atau video anak di media sosial.

Dalam kesempatan serupa, anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), Made Dwi Adnjani menambahkan, dampak pelecehan seksual bagi korban bisa menimbulkan kerugian secara fisik, psikologis, maupun ekonomi. Selain itu, juga dapat memicu keterasingan sosial, dimana korban jadi menarik diri dari kehidupan sosial atau takut bertemu orang lain.


Pixabay/Geralt

Made lantas membeberkan hal-hal yang bisa dilakukan apabila mengalami pelecehan seksual di ranah digital. Pertama, simpan barang bukti.

Kita bisa meng-//capture// bukti perundungan yang diterima dari media sosial, baik berupa pesan, foto, atau komentar agar bisa ditunjukkan ke pihak yang berwenang. Catat juga tanggal, waktu dan kronologi kejadiannya.

Selanjutnya, pantau situasi yang sedang dihadapi untuk menilai seberapa bahayanya tindakan pelaku. “Jangan tinggal diam dalam situasi yang semakin mempersulit kita karena tidak berani mengambil keputusan untuk melaporkan korban.

Pastikan orang-orang di sekitar kita juga punya pemahaman yang sama terkait keamanan digital,” saran Made. Hal yang juga tak kalah penting adalah mencari bantuan baik dari orang, lembaga, organisasi, atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi tempat tinggal korban.

Selain itu, batasi akses pelaku pelecehan seksual dengan cara melaporkan dan memblokir akun pelaku. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pejuang Republik Indonesia, Husnul Hidayah juga menyoroti kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) secara daring, yaitu perilaku mengontrol, mempermalukan, menguntit, dan menyakiti atau merugikan pasangan yang dilakukan secara daring melalui penggunaan teknologi.

Ia menjelaskan, KDP ada yang berupa direct aggression yaitu perilaku kekerasan yang ditujukan untuk menyakiti pasangan. “Contohnya menyebarkan rahasia terkait pasangan sendiri melalui media sosial, menciptakan profil akun media palsu untuk menguji ataupun membuat masalah, serta menuliskan komentar memalukan dan merendahkan pasangan di media sosial ataupun chat personal,” ia menjelaskan.

Adapun jenis lainnya dari KDP adalah controlling, yaitu perilaku mengontrol pasangan secara berlebihan. Misalnya, kerap memeriksa gawai, media sosial dan kotak pesan pasangan tanpa izin.

Ada juga yang melacak dan mengawasi keberadaan pasangan menggunakan teknologi dan sosial media. Semua perilaku ini, merupakan bagian dari situasi yang sudah termasuk dalam kekerasan yang dilakukan di ruang digital.

sumber : https://digitaldonat.republika.co.id/posts/170565/kenali-bentuk-bentuk-pelecehan-di-dunia-maya
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler