Beda Suara Menteri Soal Harga Mi Instan, DPR: Jangan Buat Bingung Rakyat

Perbedaan pendapat para menteri dinilai menimbulkan kesan tidak ada rapat koordinasi

Komisi VI DPR RI meminta menteri-menteri tidak membuat bingung rakyat akibat perbedaan pendapat. Ini menyusul isu kenaikan harga mi instan hingga tiga kali lipat buntut kesulitan pasokan gandum dunia. Tampak suasana pabrik mie instan
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi VI DPR RI meminta menteri-menteri tidak membuat bingung rakyat akibat perbedaan pendapat. Ini menyusul isu kenaikan harga mi instan hingga tiga kali lipat buntut kesulitan pasokan gandum dunia.

Baca Juga


“Ketidaksinkronan data dan kajian yang dilakukan antar kementerian atau lembaga pemerintah berpotensi menimbulkan keresahan publik,” kata Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade, Kamis (11/8/2022).

Seperti diketahui, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mewanti-wanti ancaman kenaikan harga mi instan hingga tiga lipat akibat efek domino perang Rusia-Ukraina yang memicu keterbatasan pasokan dan lonjakan harga gandum di dunia.

Pernyataan Mentan dibantah oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang menyebut sudah ada tren penurunan harga gandum sebagai bahan baku mi instan. Andre mengkritisi perbedaan pendapat kedua menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.“Jangan sampai pernyataan menteri yang satu berbantahan dengan menteri yang lain. Jangan buat bingung dan panik masyarakat,” ucapnya.

Andre mengingatkan menteri-menteri untuk memperbaiki koordinasi. Perbedaan pendapat para menteri dinilai menimbulkan kesan tidak ada rapat kabinet atau rapat koordinasi Pemerintah untuk membahas isu-isu strategis.

“Kita minta menteri-menteri di bawah Pak Jokowi punya koordinasi yang berjalan baik. Sehingga suara yang keluar dari Pemerintah itu satu,” tutur Andre.

“Kalau begini kan membingungkan rakyat. Yang satu bilang akan naik tiga kali, satu bilang enggak. Akhirnya kan ini menimbulkan kegaduhan kalau harga mi instan naik tiga kali lipat,” lanjut Legislator dari Dapil Sumatera Barat I itu.

Andre mengingatkan, persoalan gandum merupakan masalah strategis karena menyangkut perdagangan global. Bahkan Presiden Jokowi turun langsung melakukan diplomasi ke Ukraina dan Rusia yang merupakan negara-negara distributor gandum.  “Ini sudah berulang kali lho sering beda suara. Ini perlu jadi perhatian presiden untuk memastikan bagaimana menteri-menterinya punya koordinasi yang baik satu sama lain,” tegas Andre.

Komisi VI DPR RI yang membidangi urusan perdagangan pun mendesak Pemerintah untuk segera memperbaiki basis data pangan. Dengan begitu, kata Andre, kebijakan yang dihasilkan tepat dan bermanfaat untuk rakyat. 

“Pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan koordinasi terkait data pangan. Selain itu, transparansi publik harus dilakukan agar rakyat tahu persis risiko yang dihadapi di tengah ancaman krisis pangan dunia,” sebutnya.

Lebih lanjut, Andre mendorong Pemerintah untuk membuka jalur kerjasama dengan berbagai negara produsen gandum lainnya. Hal ini guna mengantisipasi kelangkaan manakala terjadi dinamika politik dunia.

“Harapannya ketersediaan bahan pangan untuk rakyat tetap aman apabila terjadi gagal panen, bencana alam, perubahan iklim, maupun faktor geopolitik seperti yang terjadi dengan Ukraina dan Rusia. Jadi betul-betul harus diantisipasi dalam meminimalisir terganggunya pasokan bahan pangan,” papar Andre.

Di samping itu, DPR mengingatkan agar pengawasan terhadap tata kelola distribusi bahan pokok dapat terus diperbaiki dengan memanfaatkan teknologi informasi. Andre juga menambahkan, rantai distribusi pangan yang panjang dan rumit harus bisa dipangkas untuk menjamin keterjangkauan harga bahan pangan. 

“Kemudian program subsidi pangan dan subsidi energi yang mendukung stabilitas harga pangan harus terus dilakukan pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.

“Tidak boleh ada lagi lonjakan harga pangan akibat kurangnya antisipasi terhadap berbagai gejolak atau fenomena yang terjadi,” tutur Andre.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler