Menteri PPPA Desak Hukuman Maksimal Pelaku KDRT di Sumut
Seorang istri di Sumut dipukul, dicekik, dan dibenturkan kepalanya oleh suaminya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengawal kasus kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatra Utara. Hal ini guna memastikan korban mendapatkan perlindungan dan keadilan, serta pemulihan trauma.
KemenPPPA menemukan kasus KDRT yaitu seorang istri dipukul, dicekik dan dibenturkan kepalanya ke dinding oleh suaminya. Menteri PPPA Bintang Puspayoga memastikan akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan dalam penanganan perkara pidana.
"Kita semua setuju jika aturan harus ditegakkan sebagaimana mestinya, dan KemenPPPA akan terus mengedukasi dan memastikan penanganan yang berkeadilan dalam penerapannya," kata Bintang dalam keterangan yang dikutip Republika pada Ahad (14/8/2022).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, korban berinisial NHS (30 tahun) dipukul, dicekik dan dibenturkan kepalanya ke dinding oleh suaminya AM (35) hingga meninggalkan luka serius. Kekerasan tersebut terjadi pada 1 Agustus 2022 sekitar pukul 12.30 WIB.
Saat itu, tersangka memerintahkan korban untuk mengambil sejumlah uang kepada seseorang di Desa Pantai, Kecamatan Muara Rupit, Muratara. Padahal uang tersebut seharusnya diambil oleh tersangka. Korban menolak permintaan tersebut dikarenakan korban baru pulang bekerja dari kebun sehingga perlu istirahat. Sedangkan tersangka diduga justru sedang tidak melakukan apa-apa di rumah.
"Akibat penolakan korban tersebut, tersangka marah. Kemudian melakukan kekerasan fisik kepada korban," ujar Bintang.
Selain itu, Bintang mengapresiasi peran Polres Musi Rawas Utara yang merespons cepat laporan korban dan mengamankan tersangka pada Rabu (3/8/2022) pukul 15.30 WIB. Kapolres Muratara AKBP, Ferly Rosa Putra mengatakan tersangka dikenakan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) pasal 6 jo pasal 44 yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.
"KemenPPPA akan terus memantau dan mengawal kasus ini bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak," ucap Bintang.
Bintang menegaskan hukum harus ditegakkan sesuai kostitusi UUD 1945 yang menjamin hak warga negara, atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak-hak itu sejalan dengan prinsip atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan). “Pemerintah wajib memenuhi dan melindungi hak asasi perempuan salah satunya melalui Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)," sebut Bintang.
Diketahui, sejumlah upaya sudah dilakukan antara lain menjangkau, dan melakukan asesmen awal kebutuhan korban, termasuk rencana tindak lanjut kasus, berkoordinasi dengan pihak Aparat Penegak Hukum (APH) terkait penanganan hukum. Kemudian, berkoordinasi dengan keluarga korban terkait dengan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari korban, serta pemantauan terhadap perkembangan kasus.