Jokowi Target Turunkan Tingkat Pengangguran Enam Persen
Hal tersebut bisa tercapai dengan pengelolaan fiskal yang kuat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 5,3 persen sampai enam persen. Hal tersebut bisa tercapai dengan pengelolaan fiskal yang kuat.
Presiden Joko Widodo mengatakan target tersebut juga bisa disertai efektivitas untuk mendorong transformasi ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat.
"Tingkat pengangguran terbuka pada 2023 diharapkan dapat ditekan dalam kisaran 5,3 persen hingga enam persen," ujarnya saat RUU APBN Tahun Anggaran 2023 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (16/8/2022).
Pemerintah juga menargetkan angka kemiskinan turun kisaran 7,5 persen sampai 8,5 persen, rasio gini dalam kisaran 0,375 hingga 0,378, serta indeks pembangunan manusia kisaran 73,31 hingga 73,49.
Selain itu, nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) dalam RAPBN 2023 akan ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 105-107 dan 107-108.
Adapun kata Jokowi, pemerintah menetapkan defisit anggaran dalam RAPBN 2023 kembali di bawah tiga persen, yakni 2,85 persen.
“Defisit tersebut akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan menjaga keberlanjutan fiskal," ucapnya.
Dia menjelaskan, komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat risiko utang selalu dalam batas aman melalui pendalaman pasar keuangan.
Pemerintah juga terus meningkatkan efektivitas pembiayaan investasi, khususnya kepada BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU) yang diarahkan penyelesaian infrastruktur strategis pusat dan daerah, pemberdayaan masyarakat, serta sinergi pembiayaan dan belanja.
Pemerintah, kata Jokowi, tetap mendorong kebijakan pembiayaan inovatif skema KPBU, termasuk penguatan peran BUMN, BLU, Lembaga Pengelola Investasi (LPI), dan Special Mission Vehicle (SMV), serta mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, UMKM, dan Ultra Mikro.
"Pemerintah juga memanfaatkan saldo anggaran lebih (SAL) untuk menjaga stabilitas ekonomi dan antisipasi ketidakpastian, serta meningkatkan pengelolaan manajemen kas yang integratif untuk menjaga bantalan fiskal yang andal dan efisien," katanya.