Jokowi: Desain APBN 2023 Harus Waspada dan Antisipatif Terhadap Gejolak
Pemerintah perlu sedia ruang fiskal memadai untuk mengantisipasi ketidakpastian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah mendesain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 dapat antisipatif terhadap berbagai kemungkinan skenario. Karena itu, desain belanja dan pendapatan serta pembiayaan harus fleksibel di tengah ketidakpastian ekonomi.
"Desain APBN 2023 harus senantiasa Waspada, Antisipatif, dan Responsif terhadap berbagai kemungkinan skenario yang bergerak sangat dinamis dan berpotensi menimbulkan gejolak," kata Jokowi dalam Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2023 Beserta Nota Keuangannya, pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (16/8/2022).
Dia mengatakan, pemerintah perlu menyediakan ruang fiskal yang memadai agar mempunyai daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian. Karena itu, APBN 2023 adalah APBN yang suportif dan terukur dalam menghadapi berbagai kemungkinan.
Arsitektur fiskal tahun 2023 juga dirancang untuk memperkokoh fondasi perekonomian dalam menghadapi tantangan saat ini maupun di masa yang akan datang.
Untuk itu, pemerintah menetapkan APBN 2023 difokuskan pada lima agenda utama. Pertama, penguatan kualitas SDM unggul yang produktif, inovatif, dan berdaya saing melalui peningkatan kualitas pendidikan dan sistem kesehatan serta akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial.
Kedua, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi, khususnya pembangunan infrastruktur di bidang energi, pangan, konektivitas, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi;
Ketiga, pemantapan efektivitas implementasi reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi;
Dan keempat, pelaksanaan revitalisasi industri, dengan mendorong hilirisasi untuk meningkatkan aktivitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi dan berbasis ekspor. Lalu kelima, mendorong pembangunan dan pengembangan ekonomi hijau.
Jokowi menambahkan, tahun 2023 juga merupakan momentum untuk melaksanakan konsolidasi fiskal yang berkualitas agar pengelolaan fiskal tetap menjaga keseimbangan antara kemampuan countercyclical dengan upaya pengendalian risiko pembiayaan.
"Konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Dimulai dari penguatan sisi pendapatan negara, perbaikan sisi belanja, dan pengelolaan pembiayaan yang hati-hati," kata dia.
Dia menjelaskan, reformasi fiskal di sisi penerimaan dijalankan dengan optimalisasi pendapatan yang ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset, serta inovasi layanan.
Sedangkan sisi belanja, reformasi dijalankan dengan peningkatan kualitas belanja yang ditempuh melalui pengendalian belanja yang lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effects yang kuat terhadap perekonomian, serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam penyampaikan itu, Pemerintah menganggarkan belanja negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 sebesar Rp3.041,7 triliun. Belanja meliputi, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.230 triliun, serta Transfer ke Daerah Rp811,7 triliun. Sementara, pendapatan negara pada tahun 2023 sebesar Rp2.443,6 Triliun.
Dengan mencermati kebutuhan belanja negara dan
optimalisasi pendapatan negara, maka defisit anggaran
tahun 2023 direncanakan sebesar 2,85 persen terhadap PDB atau Rp598,2 triliun.
"Defisit anggaran tahun 2023 merupakan tahun pertama kita kembali ke defisit maksimal 3 persen terhadap PDB," kata Jokowi.