Informasi Hoaks Masih Menjadi Hambatan Program Vaksinasi Booster
Vaksinasi menjadi sangat penting guna melindungi masyarakat.
REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Masih maraknya informasi yang tidak benar terkait pemahaman vaksin Covid-19, menjadi hambatan bagi upaya mendorong cakupan vaksinasi booster (penguat) bagi kelompok masyarakat rentan.
Karena itu, komunikasi risiko menjadi bagian penting dari penguatan keamanan dan ketahanan kesehatan nasional dalam melawan tantangan dapat menghambat program vaksinasi di masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar menegaskan, kelancaran kegiatan dan sasaran target vaksinasi Covid-19 dapat dipengaruhi oleh berita bohong atau hoaks seputar vaksinasi yang menyebar di masyarakat.
Di lain pihak, vaksinasi menjadi sangat penting guna melindungi masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya aman, seperti sekarang ini.
“Kita memang harus melawan hoaks dan berbagai informasi yang keliru terkait pentingnya vaksinasi,” ungkapnya, dalam keterangan pers, yang diterima Republika, Kamis (18/8/2022).
Yunita mengakui, informasi yang keliru apalagi hoaks sangat mempengaruhi capaian vaksin di masyarakat, terutama dalam program vaksinasi booster.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, telah mengidentifikasi sejumlah informasi hoaks yang cenderung menyesatkan terkait dengan program vaksinasi sebagai bagian dari perlindungan terhadap risiko yang lebih buruk dari Covid-19.
Misalnya, ketika mereka (masyarakat) tidak merasakan dampak dari Covid-19. Sehingga vaksinasi booster dianggap tidak teramat penting dan menganggap vaksin booster tidak penting dijadikan sebagai kebenaran pendapat.
“Padahal ini informasi yang sangat menyesatkan,” tegasnya, saat menjadi pembicara pada diskusi terbatas bertema ‘Komunikasi Risiko untuk Mewujudkan Vaksinasi Covid-19 yang Inklusif’secara daring, yang digelar Kemitraan Australia – Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP).
Selain itu, lanjut Yunita, juga informasi terkait dengan kehalalan vaksin yang masih diragukan di tengah masyarakat. Hal ini harus kita hadapi dengan cara yang tepat.
“Kalau yang terkait vaksin itu halal atau tidak, kita di Jawa Tengah mencoba untuk menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengefektifkan sosialisasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk melawan informasi hoaks terkait dengan vaksin, misalnya dengan menyajikan data dan fakta terkait hal- hal yang meminimalisir tingkat keparahan ketika tertular virus.
“Itu harus ada data yang kita sampaikan, karena kalau mereka tidak vaksin kemudian penyakitnya menjadi lebih parah akhirnya risiko kematiannya akan semakin besar,” tegasnya.
Atau bisa juga menyajikan data dan fakta terkait angka kematian yang tinggi terhadap masyarakat yang belum melakukan vaksinasi.
“Ini juga menjadi bagian strategi komunikasi risiko dalam menghadapi tantangan dan hambatan cakupan vaksinasi booster,” tandas Yunita dalam diskusi terbatas yang diikuti pemerintah daerah Bali dan DIY ini.
Sementara itu, turut menjadi narasumber dalam diskusi terbatas ini antara lain Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Nyoman Gede Anom serta Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DIY, M Agus Priyanta.