Mahfud Jelaskan Soal Keppres Penyelesaian Non-Yudisial Kasus HAM Berat Masa Lalu
Keppres penyelesaian non-yudisial kasus HAM berat adalah perintah undang-undang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD merespons terkait Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Mahfud menjelaskan, Keppres ini adalah perintah peraturan perundang-undangan.
"Dulu MPR membuat perintah, kemudian ada UU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi), dulu perintahnya kan penyelesaian HAM masa lalu itu dilakukan melalui dua jalur," kata Mahfud dalam video keterangan pers yang diunggah di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI, Kamis (18/8/2022), diakses pada Jumat (19/8/2022).
Pertama, kata dia, penyelesaian HAM masa lalu dilakukan lewat jalur yudisial. Kedua, dilaksanakan melalui non-yudisial. "Yang non-yudisial bentuknya KKR, tapi kemudian UU KKR dibatalkan oleh MK (Mahkamah Konstitusi)," ujarnya.
Kendati demikian, Mahfud menyebut, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu lewat jalur yudisial masih terus berjalan. Dia mencontohkan, kasus Timor Timur yang semuanya telah diadili, dimana 34 orang dibebaskan oleh Mahkamah Agung karena Komnas HAM tidak bisa melengkapi bukti-bukti yang bisa meyakinkan hakim.
"Sama dengan yang sekarang ini masih ada 13 masalah yang harus diselesaikan secara yudisial, kita terus proses. Bulan ini sudah masuk yang kasus Paniai, yang sisanya kita kembalikan ke UU. Apa kata UU, seluruh pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 itu diputuskan oleh DPR. Nah, yang sesudah 2000 kita sudah mulai masuk," jelas dia.
Sementara itu, lanjutnya, masih ada masalah teknis yuridis yang terjadi, yakni Kejaksaan Agung selalu meminta Komnas HAM untuk memperbaiki berkas penyelidikan. Namun di sisi lain, Komnas HAM merasa sudah cukup. "Padahal Kejaksaan Agung itu kalah kalau tidak diperbaiki seperti yang sudah-sudah, 34 orang bebas," ucapnya.
"Oleh sebab itu, sudahlah yang itu, biar bolak-balik Kejaksaan Agung, Komnas HAM, dan DPR sampai menemukan formulasi, kita buka jalur yang non-yudisial ini sebagai pengganti KKR. Kalau KKR nunggu UU lagi enggak jadi-jadi. Sementara kita harus segera berbuat," tambahnya.
Mahfud pun tidak mempermasalahkan adanya kritik dari berbagai pihak yang dilayangkan kepada pemerintah terkait Keppres ini. Ia menyebut, kritikan merupakan hal yang biasa terjadi.
"Nah, soal ada kritik ya biasalah, saya senang ada kritik. Kalau saya enggak apa-apa, dan akan didengarkan serta dilaksanakan, dan Anda boleh ceklah transparan. Masalah pelanggaran HAM berat kita selesaikan baik-baik," ungkap dia.