Dulu Pernah Tuding Islam Intoleran, Mualaf Riche: Justru Toleransi Muslim Pintu Hidayahku
Mualaf Riche terpikat dengan toleransi dan kerukunan yang ditunjukkan umat Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Seorang mualaf, Riche Prasetyo, menuturkan perjalanannya dalam menemukan hidayah Allah SWT.
Dikutip dari dokumentasi Harian Republika, lelaki yang kini berusia 40 tahun itu bercerita, pernah mengalami ke baikan orang-orang Muslim.
Begitu tulus perbuatan baik mereka kepada dirinya, yang kala itu masih beragama non-Islam. Bermula dari berita duka yang diterimanya. Hari itu, bibinya dikabarkan meninggal dunia. Riche, istri, dan anaknya lantas menghadiri proses pengurusan jenazah sang mendiang.
Semua berlangsung lancar hingga tiba sesi pemakaman. Waktu itu, pihak keluarga sudah tiba di lokasi kuburan. Saat peti mati didekatkan pada liang lahat, tiba-tiba datanglah beberapa orang yang mengaku sebagai pengelola kawasan makam.
Mereka berupaya mencegah pemakaman bibi Riche. Alasannya, mendiang semasa hidupnya tidak mengikuti aliran religius atau denominasi yang sejalan dengan mereka. Padahal, mendiang dan mereka menganut agama non-Islam yang sama.
Keluarga lalu menghubungi pihak pengurus tempat ibadah di mana bibi Riche dahulu menjadi seorang jemaatnya. Sayangnya, pihak tersebut juga terkesan tidak berusaha untuk mendapatkan izin penguburan. Kian rumitlah persoalan yang ada. Di tengah kebingungan, keluarga dikejutkankedatangan sejumlah warga setempat.
Ia ingat, orang-orang Desa Jajak, Banyuwangi, Jawa Timur, itu berupaya menengahi perselisihan antara keluarga Riche dan pihak pengelola makam. Mereka mengaku telah bermusyawarah dan sepakat untuk mengizinkan lahan permakaman Muslim Desa Jajak sebagai lokasi kuburan sang mendiang.
Baca juga: Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya
Bukan hanya kesediaan. Bahkan, sejumlah warga desa itu bersedia menggali liang lahat. Mereka pun ikut menguburkan peti jenazah bibi Riche.
"Tetapi, saya merasa malu. Setelah selesai pemakaman, keluarga dan pengurus rumah ibadah dengan tidak ada perasaan bersalah menancapkan simbol agama (non-Islam) di kuburan bibi saya itu. Mereka juga berdoa bersama dengan ajaran mereka," ujar mualaf ini saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Riche saat itu merasa tidak enak hati sehingga enggan bergabung dengan keluarganya. Dia memilih berdiri agak jauh dari lokasi kuburan bibinya.
Sepulang dari pemakaman, dia tersadar betapa tinggi rasa toleransi umat Islam. Padahal, sering kali dirinya mendengar klaim-klaim bahwa kaum Muslimin suka menang sendiri terhadap umat-umat minoritas.
Saat keluarganya sedang dilanda kesulitan mencari lahan pemakaman, justru warga Muslimlah yang maju pertama kali. Mereka menghadirkan solusi tanpa pamrih. Tidak mengharapkan imbalan sama sekali.
Riche mulai terbuka hatinya untuk mengenal Islam lebih dekat. Awalnya, dia mencari informasi dari dunia maya. Beberapa video diskusi kristologi di Youtube pun ditontonnya.
Proses mempelajari Islam itu dijalaninya selama kira-kira satu tahun. Pada akhirnya, hati Riche semakin condong pada ajaran tauhid. Kejadian lain membuatnya kian yakin untuk menjadi Muslim.
Di desa tempatnya tinggal, ada banyak Muslim yang sehari-hari bekerja sebagai petani. Diam-diam, Riche sering mengamati mereka. Saat azan berkumandang dari arah masjid, para petani Muslim itu segera meninggalkan sawah.
Mereka lantas kembali ke rumah masing-masing. Keluar dari rumah, setiap petani itu dengan berpakaian rapi kemudian berjalan menuju masjid.
Bagi Riche, orang-orang Islam itu memberikan teladan tentang menjaga kebersihan. Mereka memantaskan diri dan penampilan sebelum beribadah, menghadapkan perhatian seutuhnya kepada Yang Mahakuasa.
Riche juga berpikir tentang kerukunan yang di tampilkan Muslimin. Mereka mungkin memiliki watak yang berbeda-beda. Namun, begitu masuk masjid semuanya sama-sama menjadi jamaah, berdiri dan membentuk barisan (shaf) dengan rapi.
Suatu malam pada 2020, Riche menenangkan diri di dalam kamarnya. Setelah itu, dia mengucapkan dua kalimat syahadat seorang diri, tanpa siapa pun menjadi saksi.
Keesokan harinya, dia mencatat segala hal terkait sholat, baik yang berupa bacaan maupun gerakan ibadah itu, dari beberapa tayangan di Youtube. Ketika hari Jumat tiba, dia memberanikan diri untuk mengikuti sholat Jumat.
Baca juga: Seberapa Parahkah Salman Rushdie Hina Islam dan Rasulullah SAW dalam Ayat-Ayat Setan?
Sekira pukul 11.00 WIB, dia telah mandi. Tanpa diketahui keluarganya, Riche lantas bergegas ke masjid beberapa menit sebelum adzan berkumandang.
Pakaian dan sajadah untuk shalat disembunyikannya dalam jok sepeda motor. Namun, kabar ke ikutsertaannya dalam sholat Jumat cepat menyebar di tengah penduduk desa. Maka, lambat laun keluarga Riche mengetahui hal itu.
Istrinya tak bisa menerima keputusan berislam. Permintaan Riche untuk bersyahadat dan menikah kembali dengannya secara Islam juga ditolaknya. Malam harinya, lelaki itu memutuskan untuk tidur berbeda kamar dengan istrinya.
Setelah tujuh bulan, Riche akhirnya mulai terbuka dengan orang-orang bahwa dirinya telah memeluk Islam. Namun, kebanyakan warga desa terhitung masih kerabatnya.
Umumnya mereka merasa sungkan untuk merespons Riche. Takutnya, mereka dianggap mencam puri urusan rumah tangga orang. Riche lantas memutuskan pergi dari rumah tanpa kabar. Tujuannya adalah kantor Mualaf Center Aya Sofya, Malang, yang profilnya dia peroleh dari internet.
"Saya pergi meninggalkan rumah, kendaraan pribadi, dan sawah milik saya untuk istri dan anak. Saya hanya ingin memiliki identitas resmi karena di KTP, agama saya masih non-Islam. Saya membutuhkan sertifikat resmi untuk mengubahnya," katanya. Kepergiannya tanpa berita membuat istri dan keluarganya panik. Bahkan, kakaknya yang kini bekerja di Singapura ikut mencarinya.
Namun, Riche kemudian meyakinkan kerabatnya atas pilihan ini. Saat perasaannya sudah lebih tenang, dirinya pasti akan kembali pulang.
Tepat pada Senin, 12 April 2021, bertempat di Masjid Nurul Iman, Malang, dia bersyahadat. Dirinya dibimbing oleh Ustaz Muchlis Fauzi. Setelah beberapa bulan lamanya berdakwah, sang istri tetap tidak mendapat hidayah. Hingga kemudian, perempuan itu menggugat cerai Riche.
Proses berpisah pun cukup memakan waktu dan sulit. Sebab, alasan perceraian tidak terpenuhi waktu itu. Pengadilan akan mengabulkan tuntutan jika tiga alasan ini dapat ditunjukkan padanya.
Pertama, suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Sejak menikah hingga saat ini, Riche tidak pernah sekalipun melakukan kekerasan, fisik maupun verbal. Bahkan, dalam pertengkaran pun dirinya lebih memilih diam.
Kedua, perselingkuhan. Dengan disaksikan ke luarga dan kerabat di desa, tidak terbukti adanya perselingkuhan. Ketiga, menelantarkan anak dan istri.
"Saya adalah pria sekaligus kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Sandang, pangan, dan papan sudah saya penuhi semua. Bahkan, rumah dan segala isinya dan properti lain yang saya tinggalkan adalah murni 100 persen hasil keringat saya," katanya menjelaskan.
Banyak kerabat non-Muslim yang menduga, Riche menjadi Muslim karena ingin menikah dengan seorang wanita Muslim. Namun, tudingan itu ditepisnya.
Toh hingga saat ini dirinya masih sangat menyayangi anak dan mantan istrinya. Penghidupan ekonomi saya baik. Kehidupan rumah tangga saya secara duniawi baik. "Saya hijrah meninggalkan keluarga dan harta hanya karena mencari ridha Allah. Tidak ada maksud dan tujuan lain. Hanya untuk taat dan menghamba kepada Allah Ta'ala," paparnya.
Riche masih berharap mantan istrinya itu bisa menerima hidayah Illahi. Sempat tebersit pula harapan dari dalam hatinya, kelak dapat kembali rujuk dan menikah dengan perempuan yang menjadi ibu anaknya itu. Namun, takdir telah terjadi.
Baca juga: Prof Arief: Derajat Orang Beradab Lebih Utama Dibandingkan Orang Berpendidikan
Saat terakhir berpisah, sang mantan istri bersikukuh untuk meninggalkan Riche. Wanita itu juga mengaku akan mencari suami yang satu agama dengannya. Bersyukur, Riche dibantu oleh Mualaf Center Aya Sofya. Proses perceraian pasangan ini di pengadilan menjadi dipermudah.
Setelah berpisah, Riche memilih untuk pindah ke Malang. Sudah empat bulan kini dia mendalami Islam di Pondok Pesantren Al UMM, Malang, dengan dukungan Mualaf Center.
"Meski berpisah, saya tetap berdoa semoga mantan istri saya mendapat hidayah dari Allah. Doa terutama saya tujukan bagi anak saya yang kini berusia 11 tahun. Sangat sedih saya jika berpikir, esok saya meninggal, sedangkan saya tidak memiliki anak saleh, yang seagama, seiman. Anak yang seharusnya akan mendoakan saya," ucapnya menuturkan.