Sidebar

Setiap Tahunnya 4 Ribu Orang Indonesia Berangkat Haji Pada Masa Kolonial

Monday, 22 Aug 2022 08:10 WIB
Kapal yang membawa jamaah haji berangkat ke Makkah pada tempo dulu.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA -- Sulitnya kehidupan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Belanda, tidak mengurangi minat masyarakat Indonesia yang beragama Islam berangkat ke Baitullah Makkah untuk menyempurnakan rukun Islam kelima. Berdasarkan catatan Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia (SKNI), ada tiga sampai empat ribu masyarakat Indonesia setiap tahunnya yang menunaikan ibadah haji pada masa penjajahan Belanda.


Para jamaah haji diangkut oleh kapal- kapal niaga Belanda yang disebut "Kelompok Kongsi Tiga” dari Jakarta ke Jeddah, pelabuhan laut Arab Saudi. Pelayaran waktu itu memerlukan kurang lebih 18 hari sampai tiga minggu. Sebelum ke Makkah mereka tinggal di Jeddah selama dua sampai tiga hari. Di Makkah jamaah haji Indonesia berkumpul dengan jamaah haji dari negara-negara lain.

Jumlah keseluruhan jamaah haji dari seluruh dunia yang berkumpul di Jeddah saat itu sekitar 500 ribu  sampai 700 ribu orang. Setelah tiga hari berkumpul di Jeddah, semua jamaah melanjutkan perjalanan ke Makkah. Setelah selesai melakukan proses puncak haji padang Arafah, Muzdalifah dan Mina, jamaah menuju ke Madinah untuk kemudian kembali ke Indonesia.

Tidak ada catatan sejarah yang menjelaskan transportasi apa yang digunakan dari Jeddah ke Makkah dan Madinah. SKNI hanya mencatat, bahwa jamaah Indonesia menuju ke Arab Saudi menggunakan kapal laut yang disebut Kelompok Kongsi Tiga.

Setelah lima tahun Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1950, urusan haji mendapat perhatian khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada Konsulat RIS di Makkah ditempatkan seorang dokter khusus, untuk mengawasi kesehatan para jamaah haji dari Indonesia sewaktu musim haji serta orang- orang Indonesia yang menetap di Makkah.

Sebelum berangkat ke Makkah dokter tersebut ditempatkan di Lembaga Eykman selama tiga bulan untuk mempelajari soal-soal bakteriologi, karena kemungkinan adanya wabah kolera di Makkah. Jawatan Kesehatan Arab Saudi dianggap belum cukup mampu menghadapi epidemi semacam itu.

 

Berita terkait

Berita Lainnya