ID Food Ungkap Masalah Telur yang Kerap Turun Naik Bak Roller Coaster

Salah satu masalahnya akibat tidak adanya integrasi rantai dari hulu ke hilir.

ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Pekerja mengumpulkan telur di sentra peternakan ayam petelur di Wonokoyo, Malang, Jawa Timur, Selasa (16/8/2022). Holding BUMN Pangan, ID Food, tak menampik persoalan harga telur ayam ras yang selalu fluktuatif sepanjang tahun. Direktur Utama ID Food, Frans Marganda Tambunan, mengatakan, kenaikan harga telur setiap tahun bahkan terjadi tiga hingga empat kali.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding BUMN Pangan, ID Food, tak menampik persoalan harga telur ayam ras yang selalu fluktuatif sepanjang tahun. Direktur Utama ID Food, Frans Marganda Tambunan, mengatakan, kenaikan harga telur setiap tahun bahkan terjadi tiga hingga empat kali.

"Ini PR untuk komoditas bahwa kita belum punya kestabilan produksi dan harga, selalu tiga hingga empat kali setahun naik turun harganya seperti roller coaster," kata Frans di Jakarta, Senin (22/8/2022).

Frans menuturkan, salah satu sumber masalah harga telur maupun komoditas lainnya yang kerap berfluktuasi akibat tidak adanya integrasi rantai dari hulu ke hilir. Dari saat proses produksi, pascapanen, hingga di tingkat konsumen.

Selain itu, khusus pada masalah kenaikan harga telur saat ini, Frans menuturkan, ada kemungkinan juga dipicu oleh realisasi program bantuan sosial dari pemerintah yang meningkatkan permintaan telur dari para peternak layer. "Ini dilema. Ini pun tidak bisa dipecahkan oleh RNI (Induk ID Food) sendiri, kita akan bangun ekosistem agar produktivitas sepanjang tahun (stabil)," kata Frans.

Lebih lanjut, ia mengatakan, ID Food bersama Badan Pangan Nasional (NFA) juga masih membuat perencanaan cadangan pangan nasional ke depan. Cadangan pangan diperlukan agar fluktuasi turun-naik harga pangan bisa diperkecil. Hal itu juga akan membantu para petani maupun peternak yang sejatinya menginginkan ada stabilitas harga.

Namun di sisi lain, ia meminta masyarakat agar memahami bahwa kenaikan harga telur yang terjadi tidak selalu karena peternak sedang mengambil keuntungan tinggi.

"Ini bukan momentum untuk mendapatkan keuntungan berlebih, tapi untuk menutup kerugian sebelumnya, beberapa bulan yang lalu kita tahu harga sempat anjlok hingga Rp 17 ribu-Rp 18 ribu per kg (di konsumen) ini rugi besar," katanya.

Saat ini ID Food mencatat, rata-rata biaya produksi telur di tingkat kandang minimal sekitar Rp 19 ribu per kg. Adapun harga acuan telur ayam di tingkat konsumen sebesar Rp 24 ribu per kg. Sementara, harga riil telur ayam saat ini mencapai Rp 30 ribu per kg.

"Biasanya, kalau harga rendah kita lakukan penyerapan, tapi kalau harga tinggi kita harus berkoordinasi dengan pemerintah untuk operasi pasar. Memang kita harus menjaga keseimbangan," kata dia.

Baca Juga


 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler